Periodesasi Sirah Nabawiyah

 

Sirah Nabawiyah Sebagai Tafsir Aquran

Dalam sebuah hadist yang panjang pada HR. Muslim No.1233, disebutkan bahwa Sa'd bin Hisyam bin Amir pernah bertanya kepada istri Rasulullah, Aisyah RA, “"Wahai Ummul mukminin, beritahukanlah kepadaku tentang akhlak Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam!” Aisyah menjawab; "Bukankah engkau telah membaca Alquran?" Sa’d menjawab; "Benar, " Aisyah berkata; "Akhlak Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah Al Quran."

Dari hadist tersebut, kita bisa tahu bahwa isi Alquran atau tafsir Alquran tercermin dari perilaku Rasulullah SAW atau bisa dikatakan, kehidupan Rasulullah merupakan manifestasi riil Al Quran. Termasuk, yang paling utama, adalah pola dakwah Beliau seperti yang tercermin dalah Sirah Nabawiyah.

Sirah Nabawiyah diambil dari sumber al-Quran, hadits-hadits yang shahih, riwayat para sahabat dan juga kitab-kitab sirah karangan tokoh-tokoh sejarawan Islam yang terkenal. Sirah biasanya didasarkan pada periwayatan sebagaimana halnya hadits Nabi saw. Bahkan, banyak kitab-kitab hadits yang di dalamnya justru memuat sirah. Karena itu, sirah sesungguhnya harus disejajarkan dengan as-Sunnah sehingga layak dijadikan sebagai salah satu sumber hukum Islam. Sirah Nabi saw biasanya disandarkan pada berbagai hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat, tabiin, dan generasi sesudah mereka tentang kehidupan Nabi saw. sejak kelahirannya, pertumbuhannya, dakwahnya pada Islam, jihadnya atas kaum musyrik dan peperangannya. Secara umum Sirah Nabi saw. mencakup seluruh kabar tentang Nabi saw. dari sejak kelahirannya sampai wafatnya. Bahkan, pada sisi yang lebih detil tidak luput juga penjelasan tentang sifat, ciri-ciri fisik, perilaku, peribadatan, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan diri Rasul saw.


Pendapat para ulama tentang Periodasasi misi dakwah

Said Ramadhan al-Buthi dalam Fiqhus Sirah secara eksplisit menyatakan bahwa tahapan dakwah Islamiyah dalam kehidupan Rasulullah SAW dibagi menjadi 4 periode:

1. Dakwah secara rahasia selama 3 tahun

2. Dakwah secara terang-terangan dengan menggunakan lisan, tanpa perang: berlangsung sampai hijrah

3. Dakwah secara terang-terangan dengan memerangi orang-orang yang menyerang atau orang-orang yang melakukan kejahatan: dari hijrah sampai dengan perjanjian Hudaibiyah

4. Dakwah secara terang-terangan dengan memerangi orang yang menghalangi jalannya dakwah: tahap sempurnanya syariat Islam

Secara umum bisa kita lihat, bahwa periode 1 dan 2 terjadi pada masa Rasulullah masih tinggal di Mekkah sedangkan periode 3 dan 4 terjadi pada masa Rasulullah sudah tinggak di Madinah


Syaikh Munir Muhammad al-Ghadban dalam Manhaj Haraki membagi periode manhaj menjadi 5:

1. Sirriyatul Ad-Dakwah dan Sirriyatul At-Tanzhim (Berdakwah sembunyi-sembunyi dan merahasiakan struktur organisasi): dari bitsah kenabian hingga turunnya Q.S 42:214 (Wa Andzir ‘asyiratakal Aqrabi)

2. Jahriyatul Ad-Dakwah dan Sirriyatul At-Tanzhim (Berdakwah terang-terangan dan masih merahasiakan struktur organisasi): sampai tahun ke-10 kenabian

3. Iqamatu Ad-Daulah (mendirikan negara): sampai awal tahun pertama Hijrah

4. Ad-Daulah wa Tatsbiti Daaimiha (negara dan penguatan pilar-pilarnya): sampai perjanjian Hudaibiyah

5. Intisyaru Ad-Dakwah fi Al-Ardhi (Kemenangan dakwah di bumi): sampai wafatnya Rasulullah SAW

Dalam daftar isi bukunya, beliau membagi menjadi 2 bagian yaitu:

• Bagian 1: Periode 1,2,3

• Bagian 2: Periode 4,5

Secara implisit terlihat bahwa, bagian 1 merupakan periode ketika Rasulullah SAW tinggal di Mekkah sedangkan bagian 2 merupakan periode ketika Rasulullah SAW tinggal di Madinah


Perlunya mengetahui periodisasi Mekah-Madinah

Perjalanan dakwah Rasulullah SAW tentu saja sejajar dengan turunnya wahyu dari Allah SWT, karena biasanya wahyu turun sesuai dengan kondisi Rasulullah SAW atau masyarakat dan umatnya.   Oleh karena itu, memahami periodisasi dakwah bisa dilakukan dengan memahami periodisasi turunnya ayat Alquran.  Hal itu bisa diketahui dari beberapa manfaat dari mengetahui periodisasi turunnya ayat sebagai berikut:

1. Sebagai suatu petunjuk dalam melakukan penafsiran ayat- ayat Al- quran.

2. Untuk mengetahui strategi Nabi dalam melakukan dakwah dan mengamalkannya dan mengembangkan dakwah kepada maysarakat

3. Mengetahui yang turun terakhir kali sehingga dapat mengambil keputusan hukum yang tepat dan baik.

4. menambah kepercayaan tentang Al-Qur’an bahwa Al-Qur’an sampai kepada kita dengan selamat dari perubahan dan pergantian


Perbedaan ayat Makiyah dan Madaniyah - Ditinjau dari sisi materi kandungannya

Mayoritas ayat-ayat Makkiyyah berisikan penetapan tauhid dan aqidah yang lurus, khususnya terkait dengan Tauhid Uluhiyyah dan iman terhadap Hari Kebangkitan, karena kebanyakan orang-orang yang diseru dengan ayat-ayat Makkiyyah mengingkari hal tersebut, seperti pengingkaran mereka terhadap hari kebangkitan seperti contoh berikut ini

Q.S. Al-Mu`minun 23:82

قَالُوْٓا ءَاِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَّعِظَامًا ءَاِنَّا لَمَبْعُوْثُوْنَ

Mereka berkata, “Apakah betul, apabila kami telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang belulang, kami benar-benar akan dibangkitkan kembali?  “


Q.S Yasin: 36:79-81

قُلْ يُحْيِيْهَا الَّذِيْٓ اَنْشَاَهَآ اَوَّلَ مَرَّةٍ ۗوَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيْمٌ ۙ - ٧٩

الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمْ مِّنَ الشَّجَرِ الْاَخْضَرِ نَارًاۙ فَاِذَآ اَنْتُمْ مِّنْهُ تُوْقِدُوْنَ - ٨

اَوَلَيْسَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ بِقٰدِرٍ عَلٰٓى اَنْ يَّخْلُقَ مِثْلَهُمْ ۗبَلٰى وَهُوَ الْخَلّٰقُ الْعَلِيْمُ - ٨١

اِنَّمَآ اَمْرُهٗٓ اِذَآ اَرَادَ شَيْـًٔاۖ اَنْ يَّقُوْلَ لَهٗ كُنْ فَيَكُوْنُ - ٨٢


Katakanlah (Muhammad), “Yang akan menghidupkannya ialah (Allah) yang menciptakannya pertama kali. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk,

yaitu (Allah) yang menjadikan api untukmu dari kayu yang hijau, maka seketika itu kamu nyalakan (api) dari kayu itu.”

Dan bukankah (Allah) yang menciptakan langit dan bumi, mampu menciptakan kembali yang serupa itu (jasad mereka yang sudah hancur itu)? Benar, dan Dia Maha Pencipta, Maha Mengetahui.

Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu.

Adapun mayoritas ayat-ayat Madaniyyah sudah berisikan perincian ibadah dan mu’amalah, karena orang-orang yang diseru dengan ayat-ayat Madaniyyah telah tertanam tauhid dan aqidah yang lurus di hati mereka, dengan demikian, mereka sangat membutuhkan perincian ibadah dan mu’amalah setelah tertanamnya tauhid dan aqidah yang lurus di hati mereka

Q.S Al Maidah 5:6

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ ۗمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.

Dalam ayat-ayat Madaniyyah terdapat banyak penyebutan tentang jihad dan hukum-hukumnya, serta tentang orang-orang munafik dan keadaan mereka, karena ketika itu, masa disyariatkan jihad sehingga muncullah kemunafikan. Dan keadaan yang seperti ini tak dijumpai ketika masa penurunan ayat-ayat Makiyyah.

Q.S At Taubah 9:73

يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنٰفِقِيْنَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ ۗوَمَأْوٰىهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ 

Wahai Nabi! Berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka Jahanam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.


Karakteristik Dakwah

Dengan melihat karakteristik ayat-ayat yang turun di Mekkah maupun Madinah, bisa ditarik sifat karakteristik dakwah Rasulullah baik di Mekkah maupun di Madinah.

Makkiyah

a. Lebih terfokus pada asas-asas keimanan/rukun iman

Iman kepada Allah, iman kepada malaikat, kitab, Rasul dan nabi, hari kiamat dan qadha dan qadhar. 

b. Lebih diprioritaskan pada peletakan dasar-dasar akhlak, penanaman nilai-nilai kebaikan dan penjauhan terhadap nilai-nilai keburukan,

c. Menyampaikan kisah-kisah nabi dan umat terdahulu sebagai ibrah bagi kaum muslimin

d. pokok-pokok ibadah seperti shalat, sedekah, haji telah disampaikan, tetapi belum terlalu jauh membahas tentang rincian-rincian syariatnya. Faktor kondisi masyarakat yang belum memungkinkan untuk itu.

Dalam hadis tentang Mi’raj Rasulullah disebutkan bahwa, sebelum beliau melakukan Mi’raj (perjalanan dari masjidil aqsha ke sidratul muntaha) untuk menerima kewajiban shalat, Nabi telah melakukan shalat di masjid al-Aqsha, bahkan beliau yang mengimami shalat, dan makmumnya adalah para nabi yang lain. Juga, di dalam surat-surat makkiyah banyak sekali perintah untuk bersedakah, yang nantinya menjadi dasar kewajiban zakat. Karena ulama membagi shadaqah menjadi dua (wajib dan sunnah)

Madaniyah

1. Revolusi berbasis kekuatan. Dalam arti, bahwa perubahan menuju masyarakat madani (masyarakat qurani), perlu disokong dan ditopang dengan kekuatan politik dan militer

2. Mempersatukan kaum Muhajirin dan Anshar dalam satu ikatan ukhuwwah islamiyah yang kokoh

3. Mendirikan Masjid, sebagai tempat meletakkan pilar-pilar daulah Islamiayah (negara Islam), meletakkan dasar syura guna menagendakan rencana-rencana dakwah ke depan.

4. Membangun kekuatan ekonomi dengan membangus pasar

5. Membentuk pasukan (militer) dan langsung mengirimnya keperbatasan-perbatasan kota madinah

sebelum perang Badar, setidaknya Rasulullah telah mengutus pasukan untuk berjaga-jaga di perbatasan kota madinah. Maka kita kenal beberapa kelompok pasukan yang dutus untuk mengamankan kota madinah, sebelum terjadinya perang Badar seperti: Sariyah Saiful Bahr, Râbig, Kharrâz, Abwâ’, Safwan dan sebagainya.

Hal ini dilakukan dengan tujuan, untuk menggetarkan hati kelompok-kelompok tertentu di sekeliling madinah yang ingin memerangi kota madinah dan sekaligus menunjukkan pada musuh-musuh Islam bahwa umat Islam telah punya kekuatan, baik dalam membela diri maupun dalam menyebarkan kebenaran dan keadilan

Q.S Al Hajj 22:39

اُذِنَ لِلَّذِيْنَ يُقَاتَلُوْنَ بِاَنَّهُمْ ظُلِمُوْاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ عَلٰى نَصْرِهِمْ لَقَدِيْرٌ ۙ

Diizinkan (berperang) kepada orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka dizalimi. Dan sung-guh, Allah Mahakuasa menolong mereka itu,

6. Syariat-syariat ibadah—yang dalam periode Mekah hanya dijelaskan dalam bentuk  perintah-perintah general—dijelaskan secara detail

Kalau sebelumnya hanya diperintahkan bersedakah secara umum, maka disini dijelaskan tentang zakat, kapan wajib ditunaikan, ditentukan nishab dan haul, barang apa saja yang dikenakan zakat dan sebagainya. Pada periode ini juga disyariatkan puasa wajib bulan Ramadan dan seterusnya. Hal ini tidak lain karena kokohnya islam itu sendiri, dan kokohnya keimanan kaum muslimin. Sehingga mudah saja mereka menjalankan segala syariat yang diturunkan


Perbedaan ujian kaum muslimin di periode Mekah dan Madinah

Pada periode Mekah, kaum muslimin diuji untuk mempertahankan Islam.  Pada saat itu, belum ada perintah melakukan pembalasan atas kejahatan kaum musyrikin dan pembelaan terhadap Islam.

Hadits Bukhari No.3563 

Pada kisah sahabat Khabab bin Arats r.a yang meminta tolong kepada Rasulullah pada periode Mekkah, secara tersirat Rasulullah memintanya untuk bersabar atas siksaan-siksaan yang diterimanya dari kaum musryikin.

حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنَا بَيَانٌ وَإِسْمَاعِيلُ قَالَا سَمِعْنَا قَيْسًا يَقُولُ سَمِعْتُ خَبَّابًا يَقُولُ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُتَوَسِّدٌ بُرْدَةً وَهُوَ فِي ظِلِّ الْكَعْبَةِ وَقَدْ لَقِينَا مِنْ الْمُشْرِكِينَ شِدَّةً فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَا تَدْعُو اللَّهَ فَقَعَدَ وَهُوَ مُحْمَرٌّ وَجْهُهُ فَقَالَ لَقَدْ كَانَ مَنْ قَبْلَكُمْ لَيُمْشَطُ بِمِشَاطِ الْحَدِيدِ مَا دُونَ عِظَامِهِ مِنْ لَحْمٍ أَوْ عَصَبٍ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ وَيُوضَعُ الْمِنْشَارُ عَلَى مَفْرِقِ رَأْسِهِ فَيُشَقُّ بِاثْنَيْنِ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ وَلَيُتِمَّنَّ اللَّهُ هَذَا الْأَمْرَ حَتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ مِنْ صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ مَا يَخَافُ إِلَّا اللَّهَ زَادَ بَيَانٌ وَالذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ

Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi telah menceritakan kepada kami Sufyan telah menceritakan kepada kami Bayan dan Isma'il keduanya berkata, kami mendengar Qais berkata, aku mendengar Khabab berkata; Aku menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika beliau sedang duduk beralaskan selendang di bawah naungan Ka'bah, saat itu kami sedang mengalami siksaan yang sangat keras dari orang-orang Musyrikin. Aku berkata; "Wahai Rasulullah, tidakkah tuan memohon pertolongan?" Seketika itu pula beliau bangun dengan muka merah lalu bersabda: "Sungguh diantara orang-orang sebelum kalian ada yang disisir dengan sisir besi lalu dagingnya terkupas dari tulangnya atau uratnya namun hal itu tidak memalingkannya dari agamanya, dan ada juga yang diletakkan gergaji ditengah kepalanya lalu kepalanya itu digergaji hingga terbelah menjadi dua bagian, namun siksaan itu tidak menyurutkan dia dari agamanya. Sungguh, Allah akan menyempurnakan urusan (Islam) ini hingga ada seorang yang mengendarai tunggangannya berjalan dari Shan'a menuju Hadlramaut tidak ada yang ditakutinya melainkan Allah". Bayan menambahkan; "atau (tidak ada) kekhawatiran kepada serigala atas kambingnya".


Hadits Bukhari No.2992 

Kisah Rasulullah menolak tawaran pembalasan dari malaikat kepada penduduk Thaif atas kejahatannya kepada Rasulullah, terjadi pada periode Mekkah

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ قَالَ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ حَدَّثَنِي عُرْوَةُ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدَّثَتْهُ أَنَّهَا قَالَتْ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ أَتَى عَلَيْكَ يَوْمٌ كَانَ أَشَدَّ مِنْ يَوْمِ أُحُدٍ قَالَ لَقَدْ لَقِيتُ مِنْ قَوْمِكِ مَا لَقِيتُ وَكَانَ أَشَدَّ مَا لَقِيتُ مِنْهُمْ يَوْمَ الْعَقَبَةِ إِذْ عَرَضْتُ نَفْسِي عَلَى ابْنِ عَبْدِ يَالِيلَ بْنِ عَبْدِ كُلَالٍ فَلَمْ يُجِبْنِي إِلَى مَا أَرَدْتُ فَانْطَلَقْتُ وَأَنَا مَهْمُومٌ عَلَى وَجْهِي فَلَمْ أَسْتَفِقْ إِلَّا وَأَنَا بِقَرْنِ الثَّعَالِبِ فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَإِذَا أَنَا بِسَحَابَةٍ قَدْ أَظَلَّتْنِي فَنَظَرْتُ فَإِذَا فِيهَا جِبْرِيلُ فَنَادَانِي فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ قَدْ سَمِعَ قَوْلَ قَوْمِكَ لَكَ وَمَا رَدُّوا عَلَيْكَ وَقَدْ بَعَثَ إِلَيْكَ مَلَكَ الْجِبَالِ لِتَأْمُرَهُ بِمَا شِئْتَ فِيهِمْ فَنَادَانِي مَلَكُ الْجِبَالِ فَسَلَّمَ عَلَيَّ ثُمَّ قَالَ يَا مُحَمَّدُ فَقَالَ ذَلِكَ فِيمَا شِئْتَ إِنْ شِئْتَ أَنْ أُطْبِقَ عَلَيْهِمْ الْأَخْشَبَيْنِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلَابِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا

Telah bercerita kepada kami 'Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb berkata telah mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab berkata telah bercerita kepadaku 'Urwah bahwa 'Aisyah radliallahu 'anhu, istri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bercerita kepadanya bahwa dia pernah bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Apakah baginda pernah mengalami peristiwa yang lebih berat dari kejadian perang Uhud?". Beliau menjawab: "Sungguh aku sering mengalami peristiwa dari kaummu. Dan peristiwa yang paling berat yang pernah aku alami dalam menghadapi mereka adalah ketika peristiwa al-'Aqabah, saat aku menawarkan diriku kepada Ibnu 'Abdi Yalil bin 'Abdu Kulal agar membantuku namun dia tidak mau memenuhi keinginanku hingga akhirnya aku pergi dengan wajah gelisah dan aku tidak menjadi tenang kecuali ketika berada di Qarnu ats-Tsa'aalib (Qarnu al-Manazil). Aku mendongakkan kepalaku ternyata aku berada di bawah awan yang memayungiku lalu aku melihat ke arah sana dan ternyata ada malaikat Jibril yang kemudian memanggilku seraya berkata; "Sesungguhnya Allah mendengar ucapan kaummu kepadamu dan apa yang mereka timpakan kepadamu. Dan Allah telah mengirim kepadamu malaikat gunung yang siap diperintah apa saja sesuai kehendakmu". Maka malaikat gunung berseru dan memberi salam kepadaku kemudian berkata; "Wahai Muhammad". Maka dia berkata; "apa yang kamu inginkan katakanlah. Jika kamu kehendaki, aku timpakan kepada mereka dua gunung ini". Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak. Bahkan aku berharap Allah akan memunculkan dari anak keturunan mereka orang yang menyembah Allah satu-satunya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun".

Pada periode Madinah, kaum muslimin diuji untuk membela Islam karena saat itu sudah ada perintah untuk melakukan pembalasan dengan peperangan dengan turunnya ayat berikut

Q.S Al Hajj 22:39

اُذِنَ لِلَّذِيْنَ يُقَاتَلُوْنَ بِاَنَّهُمْ ظُلِمُوْاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ عَلٰى نَصْرِهِمْ لَقَدِيْرٌ ۙ

Diizinkan (berperang) kepada orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka dizalimi. Dan sungguh, Allah Mahakuasa menolong mereka itu,


Hadits Bukhari No.62 

Setelah perjanjian Hudaibiyah pada bulan Dzulhijah tahun keenam hijriah, Rasulullah saw. mengirimkan beberapa utusan kepada para penguasa di sekitar Jazirah Arab untuk menyeru mereka kepada Islam, salah satunya Raja Kisra (Persia)

حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ صَالِحٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ بِكِتَابِهِ رَجُلًا وَأَمَرَهُ أَنْ يَدْفَعَهُ إِلَى عَظِيمِ الْبَحْرَيْنِ فَدَفَعَهُ عَظِيمُ الْبَحْرَيْنِ إِلَى كِسْرَى فَلَمَّا قَرَأَهُ مَزَّقَهُ فَحَسِبْتُ أَنَّ ابْنَ الْمُسَيَّبِ قَالَ فَدَعَا عَلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُمَزَّقُوا كُلَّ مُمَزَّقٍ

Telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Abdullah berkata, telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin Sa'd dari Shalih dari Ibnu Syihab dari Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah bin Mas'ud bahwa Abdullah bin 'Abbas telah mengabarkannya, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah mengutus seseorang dengan membawa surat dan memerintahkan kepadanya untuk memberikan surat tersebut kepada Pemimpin Bahrain. Lalu Pemimpin Bahrain itu memberikannya kepada Kisra. Tatkala dibaca, surat itu dirobeknya. Aku mengira kemudian Ibnu Musayyab berkata; lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdoa agar mereka (kekuasaannya) dirobek-robek sehancur-hancurnya.


Bahan Bacaan:

1. Fikih Sirah, Said Ramadhan al-Buthi

2. Manhaj Haraki, Syaikh Munir Muhammad al-Ghadban

3. Kelengkapan Tarikh, Munawar Cholil

4. Tema dan Gaya Bahasa Sebagai Metode Dakwah, Rahmadini (Dosen Jurusan Tarbiyah, STAIN Datokarama, Palu)

5. Perspektif Konsep Makki dan Madani pada Hadis Nabi saw, Perdana Putra Pangestu (Prodi Ilmu Hadis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

6. Konsep Makkiyah dan Madaniyyah Dalam Al-Qur’an (Sebuah Analisis Historis-Filosofis), M. Bekti Khudari Lantong