A. Fenomena turunnya Iman dan penyakit malas
Saat menyiarkan agama Islam, Nabi Muhammad SAW dikelilingi sahabat-sahabat yang membantu perjuangan. Namun, Rasulullah juga mendapatkan ujian dengan sejumlah sahabat nabi yang murtad atau keluar dari agama Islam.
Fenomena murtadnya para sahabat nabi terjadi setelah Nabi Muhammad memerintahkan hijrah ke Habasyah atau sekarang Etiopia. Dalam kitab-kitab yang menjelaskan sirah kenabian terdapat sejumlah sahabat yang murtad pasca pindah ke Habasyah. Salah satu yang ternama adalah Ubaidullah bin Jahsy.
Ubaidullah hijrah ke Habasyah bersama istrinya, Ummu Habibah binti Abu Sufyan. Saat hijrah Ubaidullah dipenuhi kebimbangan. Ketika sampai di Habasyah, Ubaidullah dan istrinya memutuskan untuk murtad dan tak lagi beriman kepada Allah SWT. Ubaidullah dan istrinya memutuskan memeluk agama Nasrani.
Dakwah Nabi Muhammad SAW selama di Madinah tidak sepi dari rongrongan kaum musyrikin Quraisy. Perang Uhud merupakan salah satu bukti nyata provokasi orang-orang kafir itu yang tidak ridha akan syiar Islam.
Dalam pertempuran ini, pasukan Muslimin berjumlah sekitar tujuh ratus orang. Rasulullah SAW memimpin langsung mereka. Sementara itu, kaum musyrikin yang bertolak dari Makkah mencapai tiga ribu orang. "Kalah" jumlah tak berarti surutnya semangat jihad. Bahkan, tekad para sahabat Nabi SAW semakin kuat untuk melawan musuh-musuh Allah. Mati syahid menjadi sebuah kerinduan; melindungi Rasul SAW menjadi sebuah dorongan hati yang kuat.
Salah seorang yang berangkat ke medan pertempuran dari Madinah ialah Qotzman. Ia ikut dalam kubu Muslimin. Umat Nabi SAW sempat berada di pucuk kemenangan, tetapi pasukan yang ditugaskan untuk berjaga-jaga di atas bukit melalaikan tugasnya. Alhasil, kelompok musyrikin yang dipimpin Khalid bin Walid (waktu itu belum menjadi Muslim) berhasil menyerang balik balatentara Muslim. Barisan Muslimin sempat porak poranda. Bahkan, Nabi SAW mengalami luka-luka pada wajah beliau. Tak sedikit sahabat yang gugur.
Ketika pertempuran benar-benar usai, Muslimin menderita kekalahan. Sementara, kaum musyrikin kembali ke Makkah dengan rasa puas karena dendam sejak Perang Badar telah terlampiaskan. "Tidak seorang pun di antara kita yang dapat menandingi kehebatan Qotzman", kata salah seorang sahabat. Sebab, Qotzman ditemukan telah ikut gugur dengan luka-luka yang banyak di sekujur tubuhnya.
Mendengar perkataan itu, Nabi Muhammad SAW menjawab, "Sungguh, dia itu adalah golongan penduduk neraka."
Para sahabat menjadi heran. Bagaimana mungkin seseorang yang telah berjuang dengan begitu gagah berani di medan pertempuran justru akhirnya dimasukkan Allah SWT dalam neraka?
Rasulullah SAW lalu menjelaskan, "Semasa Qotzman dan Aktsam keluar ke medan perang bersama-sama, Qotzman telah mengalami luka parah akibat ditikam musuh. Badannya dipenuhi dengan darah. Qotzman mengambil pedangnya, kemudian mata pedang itu dihadapkan ke dadanya. Ia benamkan pedang itu ke dalam dadanya."
Qotzman ternyata mati bukan karena dibunuh musuh, melainkan bunuh diri. Menurut Nabi SAW, warga Madinah itu bunuh diri karena tidak tahan menanggung kesakitan akibat dari luka yang dialaminya. Nabi SAW juga mengungkapkan, sebenarnya sejak awal niat yang muncul dalam hati Qotzman sudah keliru. Sebab, lanjut beliau shalallahu 'alaihi wasallam, Qotzman sebelum berangkat telah berkata, "Demi Allah aku berperang bukan karena agama, tetapi hanya sekadar menjaga kehormatan Madinah agar tidak dihancurkan kaum Quraisy. Aku berperang hanyalah untuk membela kehormatan kaumku."
Maka dari itu, Rasulullah SAW mengingatkan para sahabatnya agar berhati-hati dalam memberikan penilaian. Belum tentu perbuatan yang tampak di mata orang-orang seperti amalan mulia benar-benar tulus. Bisa jadi justru sebenarnya tidak baik.
"Sesungguhnya seseorang tampak benar-benar beramal dengan amalan penghuni surga menurut pandangan manusia, padahal ia termasuk penghuni neraka. Dan sungguh seseorang tampak beramal dengan amalan penghuni neraka menurut manusia, padahal dia termasuk penghuni surga," sabda beliau
Dua fenomena tersebut di atas menunjukkan bahwa kondisi keimanan itu naik turun. Bahkan kehadiran sosok Rasulullaah saw saja tidak menjadi penyebab bawa keimanan itu akan selalu terjaga. Hal ini sejalan dengan hadis yang disampaikan oleh Rasulullaah saw :
Hadits Muslim No.4938
حَدَّثَنِي إِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ سَمِعْتُ أَبِي يُحَدِّثُ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ الْجُرَيْرِيُّ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ النَّهْدِيِّ عَنْ حَنْظَلَةَ قَالَ كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَعَظَنَا فَذَكَّرَ النَّارَ قَالَ ثُمَّ جِئْتُ إِلَى الْبَيْتِ فَضَاحَكْتُ الصِّبْيَانَ وَلَاعَبْتُ الْمَرْأَةَ قَالَ فَخَرَجْتُ فَلَقِيتُ أَبَا بَكْرٍ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ وَأَنَا قَدْ فَعَلْتُ مِثْلَ مَا تَذْكُرُ فَلَقِينَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ نَافَقَ حَنْظَلَةُ فَقَالَ مَهْ فَحَدَّثْتُهُ بِالْحَدِيثِ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ وَأَنَا قَدْ فَعَلْتُ مِثْلَ مَا فَعَلَ فَقَالَ يَا حَنْظَلَةُ سَاعَةً وَسَاعَةً وَلَوْ كَانَتْ تَكُونُ قُلُوبُكُمْ كَمَا تَكُونُ عِنْدَ الذِّكْرِ لَصَافَحَتْكُمْ الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُسَلِّمَ عَلَيْكُمْ فِي الطُّرُقِ حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ دُكَيْنٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ سَعِيدٍ الْجُرَيْرِيِّ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ النَّهْدِيِّ عَنْ حَنْظَلَةَ التَّمِيمِيِّ الْأُسَيِّدِيِّ الْكَاتِبِ قَالَ كُنَّا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَّرَنَا الْجَنَّةَ وَالنَّارَ فَذَكَرَ نَحْوَ حَدِيثِهِمَا
Telah menceritakan kepadaku Ishaq bin Manshur telah mengabarkan kepada kami 'Abdush Shamad Aku mendengar bapakku bercerita; telah menceritakan kepada kami Sa'id Al Jurairi dari Abu 'Utsman An Nahdi dari Hanzhalah dia berkata; Ketika kami berada di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau biasa mengingatkan kami dan menuturkan tentang neraka. Hanzhalah berkata; Namun ketika aku sudah kembali ke rumah, aku tertawa bersama anak-anakku dan bermain-main bersama istri. Hanzhalah berkata; maka aku pun keluar dan bertemu dengan Abu Bakar, lalu aku ceritakan kebiasaanku kepadanya. Abu Bakr menjawab; Demikian juga saya biasa melakukan hal itu. Lalu kami bertemu dengan Rasulullah, maka aku berkata; 'Ya Rasulullah, Hanzhalah telah munafik! Beliau bertanya: 'Kenapa demikian wahai Hanzhalah? ' aku pun menuturkan kebiasaanku pada beliau, maka beliau bersabda: "Wahai Hanzhalah, perbaharuilah iman secara berkala (dari waktu ke waktu, secara bertahap, tidak spontanitas), sekiranya keadaan kalian adalah sebagaimana keadaan kalian saat bersamaku, niscaya para malaikat akan menyalami kalian hingga ketika di perjalanan kalian." Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Al Fudlail bin Dukain telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Sa'id Al Jurairi dari Abu 'Utsman An Nahdi dari Hanzhalah At Tamimi Al Usayyidil Al Katib dia berkata; Ketika kami bersama Rasulullah, beliau biasa mengingatkan kami tentang surga dan neraka. -Selanjutnya sebagaimana Hadits keduanya.-
Manusia adalah makhluk yang lemah meski beragam keistimewaan melekat pada dirinya. Salah satu bentuk kelemahan itu adalah sulitnya mengendalikan hati. Setiap orang merasakan, hati mudah berubah dan berbolak-balik. Maka sudah selayaknya kita membaca doa sebagaimana biasa dibaca oleh Rasulullaah saw.
Hadits Tirmidzi No.2066
حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي سُفْيَانَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ أَنْ يَقُولَ يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ آمَنَّا بِكَ وَبِمَا جِئْتَ بِهِ فَهَلْ تَخَافُ عَلَيْنَا قَالَ نَعَمْ إِنَّ الْقُلُوبَ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ يُقَلِّبُهَا كَيْفَ يَشَاءُ قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَاب عَنْ النَّوَّاسِ بْنِ سَمْعَانَ وَأُمِّ سَلَمَةَ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو وَعَائِشَةَ وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ وَهَكَذَا رَوَى غَيْرُ وَاحِدٍ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي سُفْيَانَ عَنْ أَنَسٍ وَرَوَى بَعْضُهُمْ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي سُفْيَانَ عَنْ جَابِرٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَحَدِيثُ أَبِي سُفْيَانَ عَنْ أَنَسٍ أَصَحُّ
Telah menceritakan kepada kami Hannad; telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dari Al A'masy dari Abu Sufyan dari Anas dia berkata; adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terbiasa membaca do'a "YA MUQALLIBAL QULUUB TSABBIT QALBII 'ALAA DIINIKA (wahai Dzat yang membolak balikkan hati teguhkanlah hatiku berada di atas agamamu)." Kemudian aku pun bertanya, "Wahai Rasulullah, kami beriman kepadamu dan kepada apa yang Anda bawa. Lalu apakah Anda masih khawatir kepada kami?" beliau menjawab: "Ya, karena sesungguhnya hati manusia berada di antara dua genggaman tangan Allah yang Dia bolak-balikkan menurut yang dikehendaki-Nya." Abu Isa berkata; Hadits semakna juga diriwayatkan dari An Nawwas bin Sam'an, Ummu Salamah, Abdullah bin Amr dan A'isyah. Dan ini adalah hadits Hasan, demikianlah kebanyakan telah meriwayatkannya dari Al A'masy dari Abu Sufyan dari Anas, dan sebagian yang lainnya telah meriwayatkannya dari Al A'masy dari Abu Sufyan dari Jabir dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, namun hadits Abu Sufyan dari Anas lebih shahih.
B. Mengenal futur dalam Harakah
Secara etimologis, futur berarti diam setelah giat, dan lema setelah semangat. Allah Swt berfirman dalam QS. Al Anbiya : 19-20…
Q.S 21:19
وَلَهٗ مَنْ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ وَمَنْ عِنْدَهٗ لَا يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِهٖ وَلَا يَسْتَحْسِرُوْنَ ۚ
Dan milik-Nya siapa yang di langit dan di bumi. Dan (malaikat-malaikat) yang di sisi-Nya, tidak mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tidak (pula) merasa letih.
Q.S 21:20
يُسَبِّحُوْنَ الَّيْلَ وَالنَّهَارَ لَا يَفْتُرُوْنَ
Mereka (malaikat-malaikat) bertasbih tidak henti-hentinya malam dan siang.
Kata “laa yafturuun” dalam ayat di atas ialah para malaikat yang tidak kenal letih dan tanpa rasa bosan.
Secara terminology, futur berarti kendala yang menimpa para aktivis dakwah. Efek terburuknya beurpa inqitha (terputusnya aktivitas) setelah istimrar (kontinu) dilaksanakan. Sedangkan efek minimalnya adalah timbul sikap acuh, berkembangkan sikap malas, berlambat-lambat dan santai, dimana sikap terbut datang setelah sikap giat bergerak.
Fenomena futur merupakan masalah yang pasti hadir dalam sebuah harakah tanpa ada seorang pun yang dapat mengelaknya. Hal ini sejalan pula dengan hadis yang disampaikan Rasulullah saw kepada Abdullah bin Amr bin Ash ra berikut :
Hadits Muslim No.1965
و حَدَّثَنِي أَحْمَدُ بْنُ يُوسُفَ الْأَزْدِيُّ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ قِرَاءَةً قَالَ حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ ابْنِ الْحَكَمِ بْنِ ثَوْبَانَ حَدَّثَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَبْدَ اللَّهِ لَا تَكُنْ بِمِثْلِ فُلَانٍ كَانَ يَقُومُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ
Dan telah menceritakan kepadaku Ahmad bin Yusuf Al Azdi telah menceritakan kepada kami Amru bin Abu Salamah dari Al Auza'i -secara qira`ah- ia berkata, telah menceritakan kepadaku Yahya bin Abu Katsir dari Ibnul Hakam bin Tsauban telah menceritakan kepadaku Abu Salamah bin Abdurrahman dari Abdullah bin Amru bin Ash radliallahu 'anhuma, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wahai Abdullah, janganlah kamu seperti si Fulan, sebelumnya ia rajin Qiyamullail (shalat malam), namun ia kemudian hari meninggalkannya."
C. Fenomena dan ragam bentuk futur
Penyakit futur sejatinya dalam tampil dalam beragam bentuk. Berikut adalah ragam bentuk penyakit futu yang kerap menjangkiti anggota jamaah, diantaranya :
• Mengedepankan hal yang sebenarnya bukan utama, hingga akhirnya melepaskan yang utama.
Misalnya : sering izin tidak hadir pengajian karena ada acara bersama keluarga (rekreasi, arisan, dsb)
• Cenderung mengedepankan keilmuan, namun tidak ikut bergerak dalam dakwah.
Misalnya : senang ikut kajian di beragam tempat, tetapi minim hadir dalam program/ agenda majelis taklim
• Berlebihan dalam melaksanakan sesuatu yang mubah (dibolehkan)
Misalnya : menghabiskan sebagian besar waktu untuk menonton film, drakor, main games, kumpul dengan teman namun berlambat-lambat dalam ibadah maupun mengikuti program dakwah
• Merasa belum layak dalam amal Islami, sehingga lamban dan malas bergerak.
Misalnya : merasa diri belum soleh, sehingga enggan terjun dalam proses dakwah
• Kasarnya hati, sehingga enggan menerima nasehat.
• Enggan melaksanakan perbuatan baik dan beribadah
• Kurang proaktif dalam tugas operasional dakwah, bahkan cenderung menghindar
D. Sebab-sebab penyakit futur
Ada beberapa penyebab dari terjangkitnya seseorang akan penyakit futur, diantaranya :
1. Langkah awal yang lemah dan sikap yang labil
Penyakit future dapat disebabkan karena lemahnya pondasi saat seseorang bergabung dalam gerakan dakwah. Oleh karena itu, penting untuk memahami watak pribadinya, asal-usul kondisi sosial seseorang maupun factor-faktor yang dialami dalam perjalanan hidupnya. Sebagai contoh jika seseorang memiliki watak selalu ingin diperhatikan, maka ia akan berpotensi besar untuk menjadi future saat perhatian tersebut tidak didapatkan dalam gerakan dakwah. Jika seseorang merasa kesulitan untuk memenuhi kebutuhan primernya, maka peluang untuk mengalami future akan jauh lebih besar.
2. Menanggapi dakwaan yang meragukan dalam kebenaran jalan dakwah yang ditempuh.
Keyakinan seseorang dalam menempuh jalan dakwah merupakan factor utama penunjang keistiqomahan, sebaliknya keraguan adalah jalan kehancuran.Keraguan ini bisa berupa keraguan terhadap diri sendiri, terhadap pemimpin (qiyadah) maupun terhadap manhaj.
3. Kurang memiliki tanggungjawab syar’iyyah.
Kelemahan rasa tanggungjawab dalam beramal Islami ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya trauma haraki. Penolakan terhadap aktivitas dakwah ini dapat terjadi karena rasa takut dari koreksi dan pertanyaan akan kesalahan yang pernah dilakukan. Akibatnya ia memilih untuk diam, sehingga timbullah rasa segan atau malas. Penyebab lainnya, bisa jadi karena aktivitas yang menjemukan atau kurang mendapat tantangan.
4. Lebih ambisi kepada dunia dibandingkan akherat
QS. Assyura : 20
مَنْ كَانَ يُرِيْدُ حَرْثَ الْاٰخِرَةِ نَزِدْ لَهٗ فِيْ حَرْثِهٖۚ وَمَنْ كَانَ يُرِيْدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهٖ مِنْهَاۙ وَمَا لَهٗ فِى الْاٰخِرَةِ مِنْ نَّصِيْبٍ
Barangsiapa menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya dan barangsiapa menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian darinya (keuntungan dunia), tetapi dia tidak akan mendapat bagian di akhirat.
5. Lemahnya peran kepemimpinan
Bentuk kelemahan dalam aspek kepemimpinan dapat terkait dengan kurang kedekatan pimpinan dan anggota, lemahnya daya dalam mengkoordinir anggota, kurang berperan dalam mengatasi permasalahan anggota, dan sebagainya.
E. Mengatasi penyakit future
Ada beberapa cara yang bisa diupayakan untuk mengatasi penyakit future, diantaranya :
1. Memusatkan pemahaman akan kewajiban berdakwah dan melakukan berbagai amal islami
QS. Al Mudasir : 1 -2
Q.S 74:1
يٰٓاَيُّهَا الْمُدَّثِّرُۙ
Wahai orang yang berkemul (berselimut)!
Q.S 74:2
قُمْ فَاَنْذِرْۖ
bangunlah, lalu berilah peringatan!
2. Menyusun standar minimal ibadah harian serta berusaha aktif dalam program-program jamaah.
Hadis tentang ibadah sedikit tapi istiqomah, dibandingkan banyak tapi tdk rutin. Sesungguhnya amalan yang paling disukai Allah adalah yang dikerjakan secara rutin meski sedikit. (HR. Muslim)
3. Membangkitakan semangat untuk saling nasehat-menasehati dalam kebaikan dan kesabaran
QS. Al Asr 3
Q.S 103:3
اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ࣖ
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.
4. Menumbuhkan pola pikir yang positif serta jiwa yang pemaaf
5. Dengan pola pikir positif, seseorang akan merasakan ketenangan, merasakan keyakinan akan jalan yang ditempuh serta kepemimpinan. Dengan jiwa yang pemaaf, seseorang akan menyadari bahwa tiada manusia yang luput dari kesalahan, sehingga hal tersebut tidak mempengaruhi aktivitasnya dalam beramal jamai
6. Menumbuhkan sikap proaktif, bukan “menuntut”
Jamaah adalah rumah, manakala ada atap yang bocor, maka tugas penghuninyalah untuk memperbaiki. Saat lantainya kotor, maka tugas penghuninya lah untuk membersihkan. Oleh karena itu, sikap proaktif perlu ditumbuhkan sehingga pola pikir yang terbentuk adalah “apa yang bisa saya berikan?”bukan “Apa yang bisa saya dapatkan?”
7. Berpegang teguh pada jamaah
Hadits Abu Daud No.460
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا زَائِدَةُ حَدَّثَنَا السَّائِبُ بْنُ حُبَيْشٍ عَنْ مَعْدَانَ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ الْيَعْمُرِيِّ عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ ثَلَاثَةٍ فِي قَرْيَةٍ وَلَا بَدْوٍ لَا تُقَامُ فِيهِمْ الصَّلَاةُ إِلَّا قَدْ اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمْ الشَّيْطَانُ فَعَلَيْكَ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ الْقَاصِيَةَ قَالَ زَائِدَةُ قَالَ السَّائِبُ يَعْنِي بِالْجَمَاعَةِ الصَّلَاةَ فِي الْجَمَاعَةِ
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus telah menceritakan kepada kami Za`idah telah menceritakan kepada kami As-Sa`ib bin Huaisy dari Ma'dan bin Abi Thalhah Al-Ya'muri dari Abu Ad-Darda` dia berkata; Saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda; "Tidaklah tiga orang di suatu desa atau lembah yang tidak didirikan shalat berjamaah di lingkungan mereka, melainkan setan telah menguasai mereka. Karena itu tetaplah kalian berjamaah, karena sesungguhnya serigala itu hanya akan memakan kambing yang sendirian (jauh dari kawan-kawannya)." As-Sa`ib berkata; Maksud berjamaah adalah shalat secara berjamaah.
.
Referensi
- Al Quran
- Waspada terhadap penyakit future, Jasim bin Muhammad bin Muhalhil Al Yaasin