Sejarah Berkurban dalam Islam
Pengertian Qurban dan Udhiyah
Udhiyah dan qurban keduanya sama-sama bentuk pendekatan diri pada Allah. Namun. istilah qurban lebih umum dari udhiyah.
Di dalam Bahasa arab, arti terminologi Qurban (istilah syar’i) adalah sesuatu yang dipersembahkan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dalam bentuk apapun. Baik itu berbentuk hewan atau bukan hewan. Baik dengan cara disembelih atau selain disembelih.
Sedangkan binatang ternak (kambing, domba, sapi, unta) yang disembelih pada hari Idul Adha dan beberapa hari Tasyriq setelahnya, dalam syariat Islam memiliki istilah tersendiri, yaitu udhiyah, bukan dengan istilah Qurban.
الأضحية (al-udhiyah) diambil dari kata أَضْحَى (adh-ha).
Makna أَضْحَى (adh-ha) adalah permulaan siang setelah terbitnya matahari dan dhuha yang selama ini sering kita gunakan untuk sebuah nama sholat, yaitu sholat dhuha di saat terbitnya matahari hingga menjadi putih cemerlang.
Adapun الأضحية (al-udhiyah / qurban) menurut syariat adalah sesuatu yang disembelih dari binatang ternak yang berupa unta, sapi dan kambing untuk mendekatkan diri kepada Allah yang disembelih pada hari raya Idul Adha dan Hari Tasyrik. Hari Tasyrik adalah hari ke 11, 12, dan 13 Dzulhijah.
Ada juga istilah hadyu, yaitu hewan ternak yang disembelih di tanah haram pada hari nahr (Idul Adha) bagi yang menjalankan haji tamattu’ atau qiron, atau karena meninggalkan salah satu wajib nusuk, atau melakukan salah satu larangan nusuk, baik ketika haji atau umrah, atau hanya sekedar melakukan ibadah tathowwu’ (sunnah) sebagai bentuk pendekatan diri pada Allah. Jadi, udhiyah dan hadyu sama-sama sembelihan berupa hewan ternak dan dilakukan pada hari nahr (Idul Adha) serta dilakukan sebagai bentuk pendekatan diri pada Allah. Namun udhiyah tidak terdapat pada haji tamattu’ dan qiron, bukan pula sebagai kafaroh karena mengejarkan yang terlarang atau meninggalkan kewajiban.
SEJARAH QURBAN
Di dalam buku “Misteri Darah & Penebusan Dosa: Di Mata Agama Purba, Yahudi, Kristen, dan Islam”, penulisnya (M. Hashem) menyampaikan bahwa pengorbanan terhadap dewa atau tuhan sudah menjadi tradisi bangsa-bangsa primitif di dunia. Banyak ritual pengorbanan nonwahyu dilakukan (seperti mengorbankan nyawa manusia atau hewan) demi mencegah kehancuran suatu negeri atau membujuk dewa-dewa agar menyelamatkan manusia.
Di dalam Islam, ritual atau tradisi qurban yang sesuai wahyu, sudah disyariatkan oleh Allah kepada umat terdahulu, seperti yang disampaikan pada Q.S. Hajj 22:34
وَلِكُلِّ اُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِّيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۗ فَاِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌ فَلَهٗٓ اَسْلِمُوْاۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِيْنَ ۙ
Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak. Maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserahdirilah kamu kepada-Nya. Dan sampaikanlah (Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah),
Namun demikian, yang dikisahkan dalam nash hanya peristiwa qurban pada masa Nabi Adam AS, Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail, serta pada masa Rasulullah Muhammad SAW
Masa Nabi Adam AS
Q.S Al Maidah 5:27
۞ وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَاَ ابْنَيْ اٰدَمَ بِالْحَقِّۘ اِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ اَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْاٰخَرِۗ قَالَ لَاَقْتُلَنَّكَ ۗ قَالَ اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ
Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka (kurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil) berkata, “Sungguh, aku pasti membunuhmu!” Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa.”
Berkaitan ayat di atas, Imam al-Qurtubi (w. 1273 M) dalam Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an (juz 7, hal. 409) menjelaskan, bahwa setiap Siti Hawa melahirkan, maka yang keluar adalah dua bayi, satu perempuan dan satunya laki-laki. Kedua bayi itu bisa kita sebut sebagai ‘saudara satu kandungan’. Memang pernah satu kali Hawa melahirkan anak tunggal (bukan berpasangan), yaitu saat melahirkan Nabi Syits. Qabil lahir bersama dengan saudari satu kandung yang bernama Iqlima. Konon, Iqlima terlahir sebagai wanita yang cantik berseri. Sementara Habil lahir dengan saudari kandungan yang bernama Labuda. Paras Labuda tidak secantik Iqlima.
Qabil memiliki perangai yang kasar dan memiliki tubuh yang kecil dan lemah. Dengan pertimbangan ini, ayahnya (Nabi Adam AS) mengarahkannya untuk berprofesi sebagai petani.
Habil memiliki perangan yang halus dan memiliki tubuh yang besar dan kuat. Dengan perangai yang halus ini cocok untuk berternak karena perlunya kasih sayang terhadap hewan. Tubuh yang besar dan kuat cocok untuk mengendalikan pergerakan hewan.
Saat akan dinikahkan, sesuai dengan wahyu dari Allah SWT, ayahnya menetapkan bahwa Qabil harus menikah dengan Labuda (saudara Habil) dan Habil harus menikah dengan Iqlima (saudara Qabil). Ketetapan ini diterima oleh semua anggota keluarga kecuali Qabil. Dia hanya ingin menikahi saudarinya sendiri (Iqlima) karena menurutnya, Iqlima lebih cantik daripada Labuda.
Untuk menyelesaikan masalah ini, Allah memerintahkan agar keduanya menyampaikan qurban dan siapa yang qurbannya diterima oleh Allah SWT, maka dia lah yang berhak menikahi Iqlima. Qabil memberikan qurban berupa sayuran yang buruk sedangkan Habil memberikan qurban berupa hewan ternak yang terbaik. Tentu saja, Allah hanya menerima pemberian yang terbaik dan ikhlas, maka qurban Habil lah yang diterima olehNya.
Karena qurbannya tidak diterima oleh Allah SWT, Qabil, atas hasutan iblis, membunuh saudaranya sendiri. Q.S AlMaidah 5:27:31
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الآخَرِ قَالَ لأقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ (٢٧)
لَئِنْ بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لأقْتُلَكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ (٢٨)
إِنِّي أُرِيدُ أَنْ تَبُوءَ بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ فَتَكُونَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ وَذَلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ (٢٩)
فَطَوَّعَتْ لَهُ نَفْسُهُ قَتْلَ أَخِيهِ فَقَتَلَهُ فَأَصْبَحَ مِنَ الْخَاسِرِينَ (٣٠)
فَبَعَثَ اللَّهُ غُرَابًا يَبْحَثُ فِي الأرْضِ لِيُرِيَهُ كَيْفَ يُوَارِي سَوْأَةَ أَخِيهِ قَالَ يَا وَيْلَتَا أَعَجَزْتُ أَنْ أَكُونَ مِثْلَ هَذَا الْغُرَابِ فَأُوَارِيَ سَوْأَةَ أَخِي فَأَصْبَحَ مِنَ النَّادِمِينَ (٣١)
27. Ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka (kurban) salah salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil) berkata, “Sungguh, aku pasti membunuhmu!” Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa.”
28. “Sungguh, jika engkau (Qabil) menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Aku takut kepada Allah, Tuhan seluruh alam.”
29. “Sesungguhnya aku ingin agar engkau kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka engkau akan menjadi penghuni neraka; dan itulah balasan bagi orang yang zalim.”
30. Maka hawa nafsu (Qabil) mendorongnya untuk membunuh saudaranya, kemudian dia pun (benar-benar) membunuhnya, maka jadilah dia termasuk orang yang rugi.
31. Kemudian Allah mengutus seekor burung gagak menggali tanah untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Qabil berkata, “Oh, celaka aku! Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, sehingga aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?” Maka jadilah dia termasuk orang yang menyesal
Masa Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS
Berikut ringkasan kisahnya
Dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim A.S tidak memiliki anak hingga di masa tuanya, lalu beliau berdoa kepada Allah.
Q.S 37:99
وَقَالَ اِنِّيْ ذَاهِبٌ اِلٰى رَبِّيْ سَيَهْدِيْنِ
Dan dia (Ibrahim) berkata, “Sesungguhnya aku harus pergi (menghadap) kepada Tuhanku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.
Q.S 37:100
رَبِّ هَبْ لِيْ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ
Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang saleh.”
Q.S 37:101
فَبَشَّرْنٰهُ بِغُلٰمٍ حَلِيْمٍ
Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Ismail).
Sewaktu Nabi Ismail A.S mencapai usia remajanya Nabi Ibrahim A.S mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Ismail puteranya. Mimpi seorang nabi adalah salah satu dari cara turunnya wahyu Allah SWT, maka perintah yang diterimanya dalam mimpi itu harus dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim A.S. Nabi Ibrahim A.S pun akhirnya menyampaikan isi mimpinya kepada Ismail untuk melaksanakan perintah Allah SWT untuk menyembelih Ismail.
Q.S 37:102
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ
Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”
Nabi Ismail meminta ayahnya untuk mengerjakan apa yang Allah perintahkan. Dan beliau berjanji kepada ayahnya akan menjadi seorang yang sabar dalam menjalani perintah itu. Sungguh mulia sifat Nabi Ismail A.S. Allah memujinya di dalam Al-Qur’an:
Q.S 19:54
وَاذْكُرْ فِى الْكِتٰبِ اِسْمٰعِيْلَ ۖاِنَّهٗ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلًا نَّبِيًّا ۚ
Dan ceritakanlah (Muhammad), kisah Ismail di dalam Kitab (Al-Qur'an). Dia benar-benar seorang yang benar janjinya, seorang rasul dan nabi.
Nabi Ibrahim lalu membaringkan anaknya dan bersiap melakukan penyembelihan. Nabi Ismail A.S pun siap menaati instruksi ayahnya. Nabi Ibrahim A.S dan Nabi Ismail A.S nampak menunjukkan keteguhan, ketaatan dan kesabaran mereka dalam menjalankan perintah itu.
Q.S 37:103
فَلَمَّآ اَسْلَمَا وَتَلَّهٗ لِلْجَبِيْنِۚ
Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah).
Saat Nabi Ibrahim A.S hendak mengayunkan parang, Allah SWT lalu menggantikan tubuh Nabi Ismail A.S dengan sembelihan besar, yakni berupa domba jantan dari Surga, yang berwarna putih, bermata bagus, bertanduk.
Q.S 37:104
وَنَادَيْنٰهُ اَنْ يّٰٓاِبْرٰهِيْمُ ۙ
Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim!
Q.S 37:105
قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا ۚاِنَّا كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ
sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Q.S 37:106
اِنَّ هٰذَا لَهُوَ الْبَلٰۤؤُا الْمُبِيْنُ
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.
Q.S 37:107
وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ
Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.
Kejadian tersebut merupakan suatu mukjizat dari Allah yang menegaskan bahwa perintah pergorbanan Nabi Ismail A.S itu hanya suatu ujian bagi Nabi Ibrahim A.S dan Nabi Ismail sampai sejauh mana cinta dan ketaatan Mereka kepada Allah SWT. Ternyata keduanya telah lulus dalam ujian yang sangat berat itu. Nabi Ibrahim A.S telah menunjukkan kesetiaan yang tulus dengan pergorbanan puteranya untuk berbakti melaksanakan perintah Allah SWT.
Masa Nabi Muhammad SAW
Perintah qurban disyariatkan berdasarkan Q.S 108:2
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ
Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).
Ada sebagian ulama yang berpendapat surat ini Madaniyah karena di dalamnya memerintahkan inhar (berkorbanlah). Sedangkan ibadah qurban disyariatkan setelah hijrah ke Madinah. Namun pendapat ini ditolak ulama lainnya karena sejak di Makkah sudah dikenal penyembelihan binatang sebagai pengorbanan
Praktik qurban sendiri baru dilaksanakan pada periode Madinah, tepatnya pada tahun 2 Hijriyah, bersamaan dengan perintah solat, shaum Ramadhan, shola ied, dan zakat.
Ada kejadian menarik terkait qurban. Setelah usai dari penulisan perjanjian, Rasulullah bersabda kepada para sahabat, “Berdirilah, sembelihlah (hewan kurban) kemudian cukur rambut kalian,” beliau sampai mengucapkan sebanyak tiga kali. Mengingat tidak seorang pun berdiri menunaikan perintah itu, Rasulullah memasuki tempat Ummu Salamah dan menyampaikan hal yang terjadi, kemudian Ummu Salamah berkata, “Wahai Nabiyullah, apakah engkau menyukai hal itu? Keluarlah, jangan bicara sepatah kata pun dengan siapa pun hingga engkau menyembelih untamu, panggillah tukang cukurmu supaya mencukur rambutmu.” Rasulullah keluar dan tidak berbicara dengan siapa pun hingga melakukan hal tersebut. Beliau menyembelih unta lalu memanggil tukang cukur untuk mencukur rambut beliau. Melihat hal itu, para sahabat langsung berdiri, mereka langsung menyembelih, mereka saling mencukur satu sama lain hingga hampir sebagian dari mereka membunuh sebagian lainnya karena merasa sedih.
Ibrah
Dari Riwayat Nabi Adam As
1) Keputusan Qabil menolak keputusan ayahnya: ia tak peduli meskipun itu adalah wahyu dari Allah. Ia menganggap Iqlima tak secantik saudari kembarnya, Laudza. Itu merupakan pembangkangan terhadap instruksi pimpinan
QS. AnNisa’ 4:59
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا ࣖ
Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Hadits Muslim No.3419
و حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ كِلَاهُمَا عَنْ يَعْقُوبَ قَالَ سَعِيدٌ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ السَّمَّانِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْكَ السَّمْعَ وَالطَّاعَةَ فِي عُسْرِكَ وَيُسْرِكَ وَمَنْشَطِكَ وَمَكْرَهِكَ وَأَثَرَةٍ عَلَيْكَ
Dan telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Manshur dan Qutaibah bin Sa'id keduanya dari Ya'qub, Sa'id mengatakan; telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Abdurrahman dari Abu Hazim dari Abu Shalih As Samman dari Abu Hurairah dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wajib bagi kalian untuk mendengar dan taat baik dalam keadaan susah maupun senang, dalam perkara yang disukai dan dibenci dan biarpun merugikan kepentinganmu."
2) Setelah melakukan pembunuhan (kesalahan/dosa), Qabil tidak menghadap kepada pimpinan untuk memohonkan ampun kepada Allah SWT
QS. AnNisa 4:64
وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا لِيُطَاعَ بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗوَلَوْ اَنَّهُمْ اِذْ ظَّلَمُوْٓا اَنْفُسَهُمْ جَاۤءُوْكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللّٰهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُوْلُ لَوَجَدُوا اللّٰهَ تَوَّابًا رَّحِيْمًا
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul melainkan untuk ditaati dengan izin Allah. Dan sungguh, sekiranya mereka setelah menzalimi dirinya datang kepadamu (Muhammad), lalu memohon ampunan kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapati Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.
Dari Riwayat Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS
1) Keyakinan yang tinggi kepada Allah, karena ibadah merupakan wujud seorang hamba dalam mengabdikan dirinya kepada Allah SWT.
2) Harus sesuai dengan contoh dan keteladanan para nabi, seperti qurban ini, karena yang akan diterima dalam ibadah, jika itu sesuai dengan sunnahnya.
3) Perlu istiqomah, karena dalam menjalankan ibadah itu tantangannya sangat banyak, karena setan senantiasa akan menggoda kita untuk gagal sebagai hamba Allah, sehingga kita perlu berlindung dan memohon pertolongan kepada Allah agar kita diselamatkan dari godaan setan laknatullah.
4) Qurban diri merupakan pengorbanan yang tertinggi kepada Allah, karena dengan jiwa dan raga yang sudah dinisbahkan kepada Allah, maka semuanyamenjadi milik Allah.
5) Ikhlas, sebagai bentuk diri bahwa pengabdian ini semata-mata hanya mengharap rahmat dan ridlo Allah SWT
Dari Riwayat Nabi Muhammad SAW
1) Ibadah qurban baru dijalankan di periode Madihan walaupun ayatnya sudah turun pada periode Mekkah. Qurban termasuk dalam konteks Sosial – Ekonomi. Jika terkait Sosial – Ekonomi maka berlaku skala prioritas. Pada saat di Mekah (turunnya surat Al Kautsar), prioritas adalah membangun kekuatan sosial ekonomi, salah satunya memerdekakan muslimin yang statusnya sebagai budak. Contoh: kisah keluarga budan Yasir, Summayah, Ammar bin Yasir, dll
2) Pemimpin lebih baik menyampaikan perintah dengan contoh, bukan dengan sekadar lisan. Ini ditunjukkan oleh Rasulullah SAW atas nasihat Ummu Salamah ketika mencontohkan mencukur rambut pasca perjanjian Hudaibiyah.
Bahan Bacaan
1. Fikih Sunnah, Sayyid Sabiq
2. Sejarah Lengkap RASULULLAH, Ali Muhammad Ash-Shallabi
3. Sirah Nabawiyah, Ibnu Hisyam
4. https://islam.nu.or.id/hikmah/sejarah-kurban-pertama-manusia-berawal-dari-konflik-qabil-dan-habil-mUNx5
5. https://baznas.go.id/artikel/baca/Awal-Mula-Kurban,-Kisah-Ketaatan-Nabi-Ibrahim-A.S-dan-Nabi-Ismail-A.S-kepada-Allah-SWT/45
6. https://rumaysho.com/2773-kaitan-udhiyah-qurban-hadyu-dan-aqiqah.html
7. https://www.dakwah.id/qurban-dan-udhiyah-apa-bedanya/