A. Kabar pada kitab-kitab terdahulu
اَلَّذِيْنَ يَتَّبِعُوْنَ الرَّسُوْلَ النَّبِيَّ الْاُمِّيَّ الَّذِيْ يَجِدُوْنَهٗ مَكْتُوْبًا عِنْدَهُمْ فِى التَّوْرٰىةِ وَالْاِنْجِيْلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهٰىهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبٰۤىِٕثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ اِصْرَهُمْ وَالْاَغغْلٰلَ الَّتِيْ كَانَتْ عَلَيْهِمْۗ فَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِهٖ وَعَزَّرُوْهُ وَنَصَرُوْهُ وَاتَّبَعُووا النُّوْرَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ مَعَهٗٓ ۙاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُووْنَ
“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an), mereka itulah orang-orang beruntung.” (Q.S Al Araaf, 7:I57)
وَاِذْ قَالَ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ يٰبَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اِنِّيْ رَسُوْلُ اللّٰهِ اِلَييْكُمْ مُّصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرٰىةِ وَمُبَشِّرًاۢ بِرَسُوْلٍ يَّأْتِيْ مِنْۢ بَعْدِى اسْمُهٗٓ اَحْمَدُۗ فَلَمَّا جَاۤءَهُمْ بِالْبَيِّنٰتِ قَالُوْا هٰذَا سِحْرٌ مُّبِيْنٌ
“Dan (ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata, “Wahai Bani Israil! Sesungguhnya aku utusan Allah kepadamu, yang membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan seorang Rasul yang akan datang setelahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” Namun ketika Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata, “Ini adalah sihir yang nyata.” (Q.S As-Saff, 61:6)
Bukti-bukti tertulis yang tercantum pada kitab-kitab agama lain, bisa dibaca di KELENGKAPAN TARIKH (MUNAWAR CHOLIL) JILID 1 BAB 4, baik dari Perjanjian Lama (bagi orang Yahudi ini dianggap sebagai Taurat yang asli), dari Perjanjian Baru (bagi orang Nasrani ini dianggap sebagai Injil yang asli), dan juga kitab agama Persia dan Hindu.
Beberapa bisa dikutip di sini:
Sabda AIIah: 'Sabarlah olehmu, hai Muhammad, karena sesungguhnya Aku Iantaran engkaulah Aku hendak meniadikan surga dan alam dunia ini, dan seiumlah besar yang memberkati engkau ia akan diberkati dan siapa-siapa yang melaknati engkau, ia akan dilaknati. ‘(Barnabas, 97: 16)
Dan, apabila Aku mengutus engkau kepada dunia, Aku menjadikan engkau utusan-Ku untuk membeti ketetapan, dan adalah perkataan yang benar hingga langit dan bumi hancur-luluh, tetapi iman engkau tidak akan hancur selama-lamanya.(Barnabas, 97:17)
Bahwasanya nama yang diberkati itu ialah Muhammad. (Barnabas, 97:18)
Ketika itu, orang banyak sama mengangkat suaranya sambil berkata, Ya Allah! Utuslah oleh-Mu utusan-Mu kepada kami. Ya Muhammad, segera datang untuk meIepaskan alam dunia ini! (Barnabas, 97: 19)
Ketika itu, Andarawus bertanya: “Hai Guru, sebutkanlah bagi kami suatu tanda supaya kami kenal dia. (Barnabas. 72:12)
Jawab Yesus: ‘sesungguhnya, ia tidak akan datang pada dasa kamu ini, tetapi ia akan datang kelak berbilang tahun di belakang kamu, yaitu pada waktu Injilku ini dirusakkan dan hampir tidak adal lagi tiga puluh orang yang beriman’ (Barnabas, 72:13)
Pada waktu itulah Allah merahmati alam ini maka diutusNya lah seoranq utusanNya yanq tetap awan putih menaungi atas kepalanya, mengenal dia seorang yang dipilih oleh Allah dan ia menampokkannya kepada seluruh alarn ini. (Barnabas, 72:14)
Dan, ia akan datang dengan membawa kekuatan yang besar untuk mengalahkan orang-orang yang berbuat durhaka dan dia akan menghapuskan penyembahan berhala dari dunia ini. (Barnabas, 72: l5)
B. Nasab
B.1 DARI PIHAK AYAH
Muhammad SAW bin Abdullah bin Abdul Muthallib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadl bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas ‘Alaihi Sallam bin Mudlar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan.
B.2 DARI PIHAK IBU
Muhammad bin Aminah, binti Wahbin, bin Abdi Manaf, bin Zuhrah, bin Kilab, bin Murrah, bin Ka'ab, bin Luayyi, bin Ghalib, bin Fihr, bin Malik, bin Nadhar, bin Kinanah, bin Khuzaimah, bin Mudrikah, bin Ilyas. bin Mudhar, bin Nizar, bin Ma'ad, bin Adnan.
Jelaslah bahwa silsilah Nabi saw. dari pihak ayahnya dan ibunya bertemu pada nenek yang kelima dari pihak ayah, yaitu Kilab bin Murrah
Adapun nasab Rasulullah di atas Adnan, para ulama berbeda pendapat, tidak ada yang bisa dianggap paling sahih. Namun, semua ulama bersepakat bahwa Adnan merupakan keturunan dari Nabi Ismail, seorang Nabi Allah putra dari Nabi Ibrahim Khalilullah 'alaihis salam." (Syekh Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi, Fiqh al-Sirah al-Nabawiyyah Ma’a Mujaz li al-Tarikh al-Khilafah al-Rasyidah, Damaskus: Dar al-Fikr, 1991, h. 73)
Nasab beliau tersebut adalah nasab yang baik, dari awal hingga akhirnya, tidak ada sedikitpun terdapat kebejatan padanya. Sebagaimana diriwayatkan secara mursal dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam :
“Aku lahir dari pernikahan dan tidaklah Aku dilahirkan dari perzinaan. Mulai dari Nabi Adam sampai pada ayah ibuku. Tidak ada kebejatan Jahiliyah sedikit pun dalam nasabku” (HR. Ath Thabrani 4728)
“Allah telah memilih Kinanah dari keturunan Isma’il, dan memilih Quraisy dari keturunan Kinanah, dan memilih Bani Hasyim dari keturunan Quraisy, dan memilih aku dari keturunan Bani Hasyim” (HR. Muslim 2276)
C. Kelahiran
Riwayat yang paling kuat menyebutkan bahwa Nabi Muhammad saw lahir pada Senin malam, 12 RabiulAwal, tahunnya bersamaan dengan penyerangan pasukan gajah (Abrahah) sehingga disebut tahun gajah. Menurut kalender Masehi, tidak ada kesapakatan para ahli. Ada yang menyebut tahun 569, 570, 571, atau 572 M. Bulannya pun ada yang menyebut April, ada pula yang menyebut Juni, dan ada pula yang menyebut Agustus. Namun, Munawar Cholil dalam KELENGKAPAN TARIKH, memilih 20 April 571 M.
Beliau SAW lahir dalam keadaan yatim karena ayahnya meninggal dunia pada saat kandungan ibunya berumur 2 bulan. Bayi tersebut diberi nama Muhammad, sesuai dengan mimpi yang dialami oleh Aminah.
Ibnu Ishaq berkata: Banyak orang mengatakan, dan hanya Allah yang lebih tahu, bahwa Aminah binti Wahb, ibunda Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bercerita:
Saat mengandung Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, ia bermimpi didatangi seseorang kemudian orang itu berkata kepadanya: "Sesungguhnya engkau sedang mengandung penghulu umat ini. lika dia telah lahir ke bumi, maka ucapkanlah: Aku berlindung kepada Allah Tuhan Yang Esa dari keburukan semua pendengki,' dan namakanlah dia Muhammad."(Sirah Nabawiyah: Ibnu Hisyam)
Pengumuman nama bayi tersebut dilakukan oleh kakeknya, Abdul Muthalib di depan Kabah sekaligus dikhitan dan didoakan sesuai tradisi pada waktu itu, yaitu pada hari ke-7 kelahirannya. Nama Muhammad belum pernah dipakai oleh orang-orang Quraisy saat itu. Tapi, karena berita-berita dari ahli kitab mengenai akan datangnya nabi terakhir bernama Muhammad, maka banyak pula menjelang kelahiran Nabi SAW, orang-orang yang menamakan anaknya, Muhammad.
D. Disusui
Sesuai pula dengan kebiasaan bangsawan Mekah pada saat itu, bayi yang baru dilahirkan disusukan dan dibesarkan oleh perempuan luar kota (pedesaan/ pedalaman) di desanya mulai pada hari ke-8.
Tujuan bayi disusukan di pedesaan adalah agar bayi tersebut tetap mendapatkan lingkungan yang asri dan segar serta memahami kebudayaan asli dan juga tatabahasa Arab yang masih asli. Perlu diketahuai, bahwa pada saat itu Mekah sudah menjadi kota metropolitan yang dikhawatirkan budaya asli Arab sudah tercampur dengan budaya-budaya para pendatang.
Sebelum mendapatkan perempuan pedesaan yang akan menyusui Nabi Muhammad SAW, bayinya disusukan oleh seorang perempuan bernama Tsuwaibah. Ia adalah mantan budak Abu Lahab (paman Muhammad SAW) yang memerdekakannya setelah Abu Lahab mendengar berita kelahiran keponakannya tersebut. Setelah itu, perempuan pedesaan yang terpilih adalah Halimah As-Sadiyyah, berasal dari dusun Bani Sa’ad.
Pemilihan Halimah memang sudah takdir dari Allah SWT, karena kisahnya cukup rumit. Pada awalnya Halimah, seperti perempuan lain yang datang dari pedesaan yang mencari nafkah dari menyusui, tidak berminat menyusui bayi Muhammad SAW karena bayi ini anak dari seorang janda yang suaminya sudah meninggal sehingga dianggap tidak ada harta untuk membayar upah menyusui.
Lalu Haliman berkata kepada suaminya, Harits bin Abdul Uzza yang terkenal dengan Abu Kabsyah, "Aku tidak suka pulang dengan hampa, sedang kawan-kawanku semua pulang denqan membawa anak yang akan disusui dan diasuhnya. Karena itu, apakah tidak lebih baik aku menerima anak yatim itu?"
Jawab suaminya, “Tidak jadi masalah jika engkau akan berbuat demikian, menerima dan mengambil anak yatim itu. Mudah-mudahan denqan anak itu nanti Allah akan memberi berkah dan rahmat kepada kita."
Akhirnya Haliman kembali lagi ke rumah Aminah dan bersedia menyusui bayi Muhammad SAW. Dan ternyata benar, bayi Muhammad SAW membawa berkah kepada keluarha Haliman dan Harits bin Abdul Uzza. Ternaknya tumbuh subur, tidak seperti sebelumnya yang kurus-kurus.
E. Tumbuh di pedesaan
Kehidupan di pedesaan, membuat fisik bayi Muhammad SAW tumbuh bagus dan kuat. Sampai saatnya disapih pada usia 2 tahun, Halimah membawa bayi tersebut ke ibunya di Mekah.
Melihat pertumbuhan fisik yang bagus, Aminah meminta agar Halimah membawa kembali bayi tersebut agar diteruskan diasuh di pedesaan, ketimbang dibesarkan di Mekah yang dikhawatirkan terpengaruh oleh kondisi buruk kota besar (wabah atau epidemi). Setelah sekitar 1 atau 2 tahun kembali diasuh di pedesaan, terjadilah sesuatu yang luar biasa.
Ibnu Ishaq berkata: Tsaur bin Yazid berkata kepadaku dari dari beberapa orang berilmu dan aku kira berasal dari Khalid bin Ma'dan Al-Kalaiyyu, bahwa beberapa sahabat berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Kisahkanlah pada kami tentang dirimu, wahai Rasulullah!" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Baiklah, aku ada adalah berkat doa ayahku Ibrahim dan berita gembira saudaraku Isa bin Maryam. Ketika ibuku mengandungku, ia melihat cahaya keluar dari perutnya, yang dengannya dia melihat istana-istana di kawasan Syam. Aku disusui di Bani Sa'ad bin Bakr. Ketika aku sedang bersama saudaraku di belakang rumah menggembalakan kambing, tiba-tiba datang dua orang yang berpakaian serbaputih menghampiriku sambil membawa cawan dari emas yang penuh berisi es. Mereka mengambilku lalu membelah perutku lalu mengeluarkan hatiku, membelahnya, mengeluarkan gumpalan hitam dari hatiku lalu mereka melemparnya. Setelah itu mereka berdua mencuci hati dan perutku dengan es yang telah dibersihkan. Salah seorang dari keduanya berkata kepada sahabatnya: "Timbanglah dia dengan sepuluh orang dari umatnya." Dia menimbangku dengan sepuluh orang umatku namun ternyata aku lebih berat daripada mereka. Orang pertama berkata lagi: "Timbanglah dengan seratus orang dari umatnya." Orang kedua menimbangku dengan seratus orang dari umatku, namun ternyata aku lebih berat daripada mereka. Orang pertama berkata lagi: "Timbanglah dengan seribu orang dari umatnya." Orang kedua menimbangku dengan seribu orang dari umatku namun ternyata aku lebih berat daripada mereka. Orang pertama berkata: Biarkan dta. Demi Allah, seandainya engkau menimbangnya dengan seluruh umatnya, pastilah ia lebih berat daripada timbangan mereka." (Permulaan hadits ini diriwayatkan oleh Imam Hakim pada hadits nomer 4175 dan dia mengatakan sanadnya shahih. Pendapat ini disetujui oleh Adz-Dzahabi. Hadits ini memiliki syawahid dari Abu Dzar dari hadits ad-Darimi pada hadits nomer. 13.)
Karena kejadian itu, Halimah dan suaminya khawatir dengan keselamatan Muhammad SAW sehingga dikembalikanlah anak tersebut ke ibunya di Mekah. Namun demikian, ada versi lain penyebab Halimah mengembalikan anak asuhnya ke Mekah.
Ibnu Ishaq berkata: Sebagian Ahli berkata kepadaku, di antara sebab lain yang mengharuskan ibu susuan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, Halimah As-Sa'diyyah, mengembalikan Rasulullah kepada ibu kandungnya di samping sebab yang telah dijelaskan Halimah As-Sa'diyyah kepada Aminah binti Wahb- bahwa beberapa orang Kristen dari Habasyah melihat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Salam bersama Halimah As-Sa'diyyah ketika ia kembali bersama beliau setelah disapih. Mereka memandang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan sangat seksama bertanya kepada Halimah As-Sa'diyyah tentangnya serta menimang-nimang beliau. Mereka berkata: "Kami pasti mengambil anak ini dan akan kami bawa ia kepada raja kami dan ke negeri kami, karena kelak anak ini akan menjadi orang terhormat, karena kami telah mengetahui seluk-beluk tentangnya." Orang yang mengatakan hal ini kepadaku berkata bahwa Halimah As-Sa'diyyah hampir saja tidak bisa kabur meloloskan diri dari mereka.
F. Kembali ke Mekkah
Muhammad SAW kembali ke ibunya di Mekkah sekitar usia 4 atau 5 tahun. Selanjutnya, ia diasuh ibunya. Sekitar setahun kemudian, Aminah meninggal di tengah perjalan pulang dari Madinah ke Mekah, setelah membawa Muhammad SAW berziarah ke makam ayahnya di Madinah, ditemani Barakah (Ummu Aiman), seorang budak peninggalan Abdullah, suaminya.
Setelah ini, pengasuhan penuh dilakukan oleh kakeknya, dengan juru asuh Ummu Aiman.
F.1 PENDIDIKAN POLITIK
Dalam asuhan kakeknya, salah satu didikannya adalah dalam bidang politik. Abdul Muthalib sebagai pemimpin Mekah, sering menempatkan cucu spesialnya itu di tempat duduk kebesarannya, padahal semua orang tidak bisa sembarangan duduk di situ.
Seringkali para pamannya mengusirnya dari tempat duduk tersebut, tetapi sang kakek selalu membelanya. Selain itu, pernah pula dalam mengambil suatu keputusan, Abdul Mutholib meminta pertimbangan kepada Muhammad SAW. Hal ini membuat para stafnya mengingatkannya bahwa cucunya itu masih sangat muda untuk dimintai pendapat.
Tapi, Abdul Mutholib mengatakan bahwa cucunya ini akan menjadi orang besar. Bisa jadi, ini karena Abdul Mutholib sudah mendengar cerita-cerita terutama dari kalangan ahli kitab tentang prediksi akan adanya orang besar dari keturunanya.
Tapi, 2 tahun kemudian, atau sekitar usia Muhammad SAW 8 tahun, kakeknya pun meninggal dunia. Sebelum meninggal, Abdu Muthalib sempat berpesan kepada anaknya yang bernama Abdul Manaf (Abu Thalib) agar memelihara Muhammad SAW. Abu Muthalib memilih Abu Thalib bukan karena ia anak tertua, bukan pula anak terkaya, melainkan dipandang bijak dan cocok dalam mengasuh Muhammad SAW, selain juga karena Abu Thalib lebih terpandang dan dihormati di kalangan Quraisy.
G. Di bawah asuhan Abu Thalib
G.1 PENDIDIKAN SOSIAL
Abu Thalib adalah seorang pejabat di Mekkah, yaitu di majelis Al-Rifadah, yang bertugas memungut pajak demi kebutuhan akomodasi jamaah haji pada waktu itu. Sebenarnya, peluang korupsi sangat besar, tapi Abu Thalib tidak melakukannya. Dia hidup bersahaja dan sederhana, bahkan sering kesulitan dalam mencukupi kebutuhan rumah tangganya.
Ia lebih mementingkan kebutuhan para tamu haji ketimbang kebutuhan diri sendiri dan keluarganya. Sifat kedermawanan dan sosial inilah yang boleh jadi secara tidak langsung membentuk pribadi Muhammad SAW.
G.2 PENDIDIKAN EKONOMI
Sebenarnya, pendidikan agar tidak bergantung kepada orang lain dalam hal ekonomi, sudah didapat oleh Muhammad SAW pada saat bekerja, mengembala kambing di kampung Bani Sa’ad. Namun, pendidikan berdagang dimulai pada saat usia 12 tahun.
Pada usia tersebut, Abu Thalib menganggap keponakannya ini sudah bisa mengurus diri sendiri. Oleh karena itu, ketika Abu Thalib ada keperluan berniaga ke negeri Syam, ia tidak mengajak keponakannya itu, walaupun ia juga bimbang dan khawatir jika keponakannya itu ditinggal di Mekah.
Namun, saat Abu Thalib akan berangkat, keponakannya itu meminta agar diajak juga. Akhirnya, Abu Thalib pun mengajaknya. Penulis buku TAPAK TILAS menyebutnya sebagai “magang menjadi asisten Abu Thalib”.
Perlu diketahui, Syam adalah salah satu sentra ekonomi Byzantium. Dengan berkunjung dan berniaga ke Syam, makin terbukalah wawasan Muhammad SAW. Pengalaman ini pada akhirnya menjadi pelajaran yang berharga bagi dirinya, ketika menjadi pengusaha beberapa tahun kemudian.
Pada saat berkunjung ke Syam inilah, momen pertemuan dengan pendeta Bahira yang menyampaikan adanya tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad SAW.
Pada usia 17 tahun, beliau sudah menjadi pengusaha. Pengumpulan upah mengembala kambing dijadikan modal usahanya. Namun, modal terbesarnya adalah kualitas diri sendiri. Beliau sudah dikenal sebagai orang yang jujur. Gelar As-Shidiq dan Al-Amin sudah melekat pada dirinya sejak beliau menjadi pengembala kambing di Mekkah.
Usahanya dimulai dengan berberlanja barang di pasar, kemudian dijual lagi kepada orang lain. Dengan berkembangnya bisnis ini, banyak investor yang tertarik bekerjasama dengannya. Beliau mau bekerjasama dengan investor, bahkan tidak hanya memilih investor besar saja, melainkan juga investor kecil, bahkan anak yatim dan juga janda. Salah satunya adalah Khadijah.
Eskpedisi pertama Muhammad SAW dalam membawa dagangan Khadijah berjalan sukses, begitu laporan dari Maysarah (budak laki-laki Khadijah, yang ditugasi mengawasi Muhammad SAW). Selanjutnya, ekspedisi diperluas ke berbagai pasar di utara dan selatan Mekkah.
Khadijah tidak ragu untuk memberikan komisi, upah, atau bagi hasil yang berlipat-lipat. Pada akhirnya, Muhammad SAW menjadi “manajer investasi”. Ia sukses melakukan aktivitas bisnis di pasar regional bahkan internasional, seperti Yaman, Syria, Basrah, Irak, Yordania, Bahrain, dan beberapa sentra ekonomi di Jazirah Arab.
Setelah kondisi ekonominya baik, Muhammad SAW mengajak pamannya Abbas, untuk meringankan beban ekonomi pamannya yang lain, yaitu Abu Thalib. Muhammad SAW mengambil Ali bin Abi Thalib (untuk diasuhnya) dan Abbas mengambil Jafar (juga untuk diasuhnya). Di lain waktu, Muhammad SAW memerdekakan Ummu Aiman dan Zaid bin Haritsah. Selain itu, ia juga memberikan hadiah berupa hewan ternak kepada Halimah.
G.3 PENDIDIKAN MILITER
Perang Fijar (kemungkaran) merupakan ajang pertama pendidikan militer bagi Muhammad SAW. Pada saat itu usianya 14 tahun. Perang ini terjadi antara bani Kinanah dan bani Hawazin, dengan faktor ekonomi (bisnis) sebagai pemicunya.
Adalah Nu’man bin al Mundzir seorang pelaku bisnis dari Hirah. Ia mengirim ekspedisi dagang ke Mekkah. Ada 2 opsi kerjasama, yaitu dengan Al Barradh dari bani Kinanah atau Urwah dari bani Hawazin.
Ternyata, Nu’man memilih Urwah dan dengan ketentuan barang tidak boleh dijual ke bani Kinanah. Mendapatkan perlakuan yang diskriminatif, Al Barradh membunuh Urwah di perjalanan. Pendek kisa, terjadilah perang antara bani Kinanah dan ban Urwah.
Karena peperangan terjadi di bulan haram dan di tanah haram, maka peperangan tidak selesai saat itu juga, melainkan terjadi selama 4 tahun sebelum adanya perjanjian damai. Selama 4 tahun tersebut, sebenarnya perang tidak berlangsung setiap hari, melainkan hanya beberap hari saja. Jadi, kalau dirata-ratakan hanya sekitar 1 hari di tiap tahunnya.
Peran Muhammad SAW pada awalnya hanya mendampingi paman-pamannya untuk memungut anak panah. Tapi, lama-kelamaan, beliau juga aktif. Walaupun ulama berbeda pendapat, apakah beliau aktif (ikut membidik panah) atau pasif (hanya membantu paman-pamannya). Terlepas dari perbedaan tersebut, bisa dikatakan bahwa perang ini merupakan ajang latihan militer bagi beliau.
G.4 POLITIK PRAKTIS
Tidak lama setelah perdamaian pasca perang Fijar ada seorang pedagang dari luar Mekkah (dari Bani Zubaid) tertipu Al Ash bin Wail. Karena penipu ini adalah seorang pemuka Mekkah, maka laporan dari pedagang ini ke otoritas Mekkah tidak digubris, bahkan sebaliknya malah sang pedangan dipersalahkan. Zubair bin Abdul Mutholib yang prihatin dengan kondisi ini, lalu mengumpulkan para tokoh Mekkah agar hal ini tidak terjadi lagi. Dari pertemuan inilah terbentuk Hilf Al Fudhul: sejenis LSM.
Selanjutnya, LSM ini bergerak untuk mengingatkan dan melakukan kontrol terhadap pemerintahan Mekkah, termasuk pembelaan HAM. Kasus pertama yang ditanganinya adalah penipuan perdaganan tersebut, dan hasilnya adalah barang dagangan dikembalikan kepada pedagang.
Muhammad SAW ikut hadir dalam pembentukan Hilf Al Fudhul di rumah Abdullah bin Jud’an.
لَقَدْ شَهِدْتُ فِي دَارِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جُدْعَانَ حِلْفًا مَا أُحِبُّ أَنَّ لِيَ بِهِ حُمْرَ النَّعَمِ ، وَلَوْ أُدْعَى بِهِ فِي الإِسْلامِ لأَجَبْتُ
“Sungguh Aku pernah menghadiri sebuah perjajian di rumah ‘Abdullāh bin Jud’ān. Saya lebih senang dengan perjanjian ini daripada unta merah. Sekiranya aku diundang lagi (untuk menyepakati perjanjian ini) di masa Islam, niscaya aku akan memenuhinya.” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra no 12110, dihasankan oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no.1900)
Dari organisasi inilah, Muhammad SAW belajar berorganisasi yang kelak membawanya menjadi organisatoris ulung dan memiliki kepekaan Sosial Poltik.
G.5 PENDIDIKAN SOSIOLOGI
Sebagai calon pemimpin di masa yang akan datang, pengetahuan tentang sosiologi, kehidupan masyarakat yang berbeda suku dan tradisi, juga telah didapat oleh Muhammad SAW.
Misalnya saja, kehidupan masa balitanya di kampung Bani Sa’ad membuatnya bisa mengenal kehidupan non Quraisy, dan kehidupan desa yang tidak ada perbedaan kelas sosial. Setelah itu, kembali ke Mekkah, ia bergaul dan mengenal tradisi Quraisy dan kehidupan kota yang keras serta perilaku masyarakatnnya yang bersaing hidup. Ia juga sempat tinggal di Yastrib selama sebulan ketika dibawa oleh ibunya berziarah ke makam ayahnya. Di Yastrib ia belajar berenang dengan kawan seusianya.
Selain itu, ia juga sempat belajar Bahasa Ethiopia ketika dalam asuhan Barakah. Tentu saja, dengan belajar Bahasa, ia pun sedikit banyak mengetahui kebudayaan Ethiopia. Belum lagi, banyaknya daerah yang ia kunjungi ketika melakukan dagang, membuat wawasannya bertambah mengenai kehidupan masyarakat yang berbeda tradisi dan kebiasaan.
Dengan kebiasaan tersebut, Muhammad SAW tumbuh sebagai pribadi yang mampu menghormati dan menghargai manusia lainnya.