Qurban Sebagai Simbol Pengabdian Diri

 


وَقَالَ اِنِّيْ ذَاهِبٌ اِلٰى رَبِّيْ سَيَهْدِيْنِ رَبِّ هَبْ لِيْ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ فَبَشَّرْنٰهُ بِغُلٰمٍ حَلِيْمٍ فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ فَلَمَّآ اَسْلَمَا وَتَلَّهٗ لِلْجَبِيْنِۚ وَنَادَيْنٰهُ اَنْ يّٰٓاِبْرٰهِيْمُ ۙ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّءْيَا ۚاِنَّا كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ اِنَّ هٰذَا لَهُوَ الْبَلٰۤؤُا الْمُبِيْنُ وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِى الْاٰخِرِيْنَ ۖ سَلٰمٌ عَلٰٓى اِبْرٰهِيْمَ كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ اِنَّهٗ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِيْنَ

99.  Dan dia (Ibrahim) berkata, “Sesungguhnya aku harus pergi (menghadap) kepada Tuhanku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.

100.  Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang saleh.”

101.  Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Ismail).

102.  Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”

103.  Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah).

104.  Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim!

105.  sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

106.  Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.

107.  Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.

108.  Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang  datang kemudian,

109.  ”Selamat sejahtera bagi Ibrahim.”

110.  Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

111.  Sungguh, dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. (QS. Ash-Shaaffaat: 99-111)


1. PENDEKATAN HISTORIS/SEJARAH

Qurban merupakan ibadah kepada Allah sebagai wujud

hamba berserah diri kepada Allah SWT, Perintah Qurban ini tidak bisa lepas dari peristiwa yang dialami oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS, untuk itu kita perlu mengerti dan memahami sejarah ibadah qurban.

Nabi Ibrahim AS merupakan seorang hamba yang taat dan sangat mencintai Allah subhanahu wa ta'ala, hal itu terbukti dengan melakukan penyembelihan hewan qurban berupa 1.000 ekor domba, 300 ekor sapi, dan 100 ekor unta, sehingga banyak orang mengaguminya, bahkan para malaikat pun terkagum-kagum atas ketaatan dan kecintaanya kepada Allah subhanahu wa ta'ala. 

Ketika itu Nabi Ibrahim mengatakan: “Qurban sejumlah itu bagiku belum apa-apa. Demi Allah! Seandainya aku memiliki anak lelaki, pasti akan aku sembelih karena Allah dan aku qurbankan kepada-Nya,” kata Nabi Ibrahim AS, sebagai ungkapan sumpah, karena Sarah, istri Nabi Ibrahim belum juga mengandung.

Kemudian Sarah menyarankan Nabi Ibrahim agar menikahi Hajar, budaknya yang negro, yang diperoleh dari Mesir. Ketika berada di daerah Baitul Maqdis, beliau berdoa kepada Allah subhanahu wa ta'ala agar dikaruniai seorang anak, dan do‟a beliau dikabulkan Allah subhanahu wa ta'ala.

Ada yang mengatakan saat itu usia Nabi Ibrahim AS mencapai 99 tahun. Dan karena demikian lamanya maka anak itu diberi nama Isma'il, artinya "Allah telah mendengar". Sebagai ungkapan kegembiraan karena akhirnya memiliki putra, seolah Ibrahim berseru: "Allah mendengar doaku".

Setelah Allah SWT mengabulkan do‟a Nabi Ibrahim AS, maka Allah mengujinya dengan harus membawa istrinya Siti Hajar dan anaknya yang bernama Ismail ke kota Mekah yang tandus dan gersang, lalu dia menggalkan mereka, sehingga Siti Hajar bertanya kepada Nabi Ibrahim AS, “Wahai suamiku apakah engkau tega untuk meninggalakan kami di tempat yang garsang dan tandus seperti ini?” Nabi Ibrahim tak memberikan jawaban.

Siti Hajar kembali bertanya, “Wahai suamiku apakah engkau tidak mencintai istri dan anakmu? BukankaH selama ini engkau banyak berdo‟a kepada Allah SWT agar diberikan anak sebagai keturunanmu?”

Nabi Ibrahim pun tidak menjawab, dan Siti Hajar bertanya lagi kepada Nabi Ibrahim AS, “Apakah engkau meninggalkan kami ini karena perintah Allah?” Barulah Nabi Ibrahim menjawab: “Benar, aku meninggalkan kalian bukan karena tidak mencintai dan tega, melainkan karena perintah Allah”.

Siti Hajar tidak bertanya lagi kepada suaminya dan Nabi Ibrahim mengatakan, “Karena aku meninggalkan kalian karena perintah Allah, maka yang akan mengurus kalian adalah Allah SWT.”

Hal ini terbukti di saat Nabi Ibrahim telah pergi, dan nabi Ismail merasa kehausan, dan di saat itu pula air susu Siti Hajar telah habis. Maka nabi Ismail menangis.

Siti Hajar berjalan dan berlari kecil dari Bukit Sofa ke Marwah untuk mencari sumber air, ternyata tidak berhasil mendapatkan air. Sehingga Allah menurunkan air zam-zam yang dekat tumit Nabi Ismail (yang pada saat ini dikenal dengan Sa‟i dalam ibadah haji).

Dan ketika usia Nabi Ismail menginjak kira-kira 7 tahun (ada pula yang berpendapat 13 tahun), pada malam Tarwiyah, hari ke-8 di bulan Dzulhijjah, Nabi Ibrahim AS bermimpi ada seruan, “Hai Ibrahim! Penuhilah nazarmu (janjimu).”

Pagi harinya, beliau pun berpikir dan merenungkan arti mimpinya semalam. Apakah mimpi itu dari Allah SWT atau dari setan? Dari sinilah kemudian tanggal 8 Dzulhijah disebut sebagai hari Tarwiyah (artinya, berpikir/merenung).

Pada malam ke-9 di bulan Dzulhijjah, beliau bermimpi sama dengan sebelumnya. Pagi harinya, beliau tahu dengan yakin mimpinya itu berasal dari Allah SWT. Dari sinilah hari ke-9 Dzulhijjah disebut dengan hari „Arafah (artinya mengetahui), dan bertepatan pula waktu itu beliau sedang berada di tanah Arafah.

Malam berikutnya lagi, beliau mimpi lagi dengan mimpi yang serupa. Maka, keesokan harinya, beliau bertekad untuk melaksanakan nazarnya (janjinya) itu. Karena itulah, hari itu disebut denga hari menyembelih kurban (Yaumun Nahr).

Dalam riwayat lain dijelaskan, ketika Nabi Ibrahim AS bermimpi untuk yang pertama kalinya, maka beliau memilih domba-domba gemuk, sejumlah 100 ekor untuk disembelih sebagai kurban. Tiba-tiba api datang menyantapnya.

Beliau mengira bahwa perintah dalam mimpi sudah terpenuhi. Untuk mimpi yang kedua kalinya, beliau memilih unta-unta gemuk sejumlah 100 ekor untuk disembelih sebagai kurban. Tiba-tiba api datang menyantapnya, dan beliau mengira perintah dalam mimpinya itu telah terpenuhi.

Pada mimpi untuk ketiga kalinya, seolah-olah ada yang menyeru, “Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta'ala memerintahkanmu agar menyembelih putramu, Ismail.” Beliau terbangun seketika, langsung memeluk Ismail dan menangis hingga waktu Shubuh tiba.

Untuk melaksanakan perintah Allah subhanahu wa ta'ala tersebut, beliau menemui istrinya terlebih dahulu, Hajar (ibu Ismail). Beliau berkata, “Dandanilah putramu dengan pakaian yang paling bagus, sebab ia akan kuajak untuk bertamu kepada Allah.”

Hajar pun segera mendandani Ismail dengan pakaian paling bagus serta meminyaki dan menyisir rambutnya.

Kemudian beliau bersama putranya berangkat menuju ke suatu lembah di daerah Mina dengan membawa tali dan sebilah pedang. Pada saat itu, Iblis terkutuk sangat luar biasa sibuknya dan belum pernah sesibuk itu. Mondar-mandir ke sana ke mari. Ismail yang melihatnya segera mendekati ayahnya. Iblis berkata : “Hai Ibrahim! Tidakkah kau perhatikan anakmu yang tampan dan lucu itu?”

Nabi Ibrahim menjawab, “Benar, namun aku diperintahkan untuk itu (menyembelihnya),” jawab Nabi Ibrahim AS dengan tegas dan matap, dan Nabi ibrahim melempar Iblis dengan kerikil sambil berdo‟a:“Bismillahi Allahu Akbar.”

Hal ini membuat bujuk rayu Iblis gagal terhadap Nabi Ibrahim, sehingga Iblis mendatangi Siti Hajar untuk mempengaruhi Siti Hajar sebagai ibu dari Nabi Ismail dengan mengatakan, “Mengapa kau hanya duduk-duduk tenang saja, padahal suamimu membawa anakmu untuk disembelih?” goda Iblis.

Siti Hajar berkata, “Kau jangan berdusta padaku, mana mungkin seorang ayah membunuh anaknya?” jawab Hajar. Lalu Iblis bertanya, “Mengapa ia membawa tali dan sebilah pedang, kalau bukan untuk menyembelih putranya?”

Dan Siti Hajar bertanya pada Iblis, “Untuk apa seorang ayah membunuh anaknya?” jawab Hajar balik bertanya.  Lalu Iblis menjawab, “Ia menyangka bahwa Allah memerintahkannya untuk itu”, goda Iblis meyakinkannya.

Dan Siti Hajar mengatakan,: “Seorang Nabi tidak akan ditugasi untuk berbuat kebatilan. Seandainya itu benar, nyawaku sendiri pun siap dikorbankan demi tugasnya yang mulia itu, apalagi hanya dengan mengurbankan nyawa anaku, hal itu belum berarti apa-apa!” jawab Hajar dengan mantap. Dan Siti Hajar mengambil kerikil untuk melempar Iblis sambil berdo‟a:“Bismillahi Allahu Akbar!” 

Iblis gagal untuk kedua kalinya, namun tidak menyerah dan ia tetap berusaha untuk menggagalkan upaya penyembelihan Ismail itu. Maka, ia pun menghampiri Ismail seraya membujuknya.

Iblis berkata, “Hai Isma‟il ! Mengapa kau hanya bermainmain dan bersenang-senang saja, padahal ayahmu mengajakmu ke tempat ini hanya untuk menyembelihmu. Lihat, ia membawa tali dan sebilah pedang,”

Dan Ismail berkata, “Kau dusta, memangnya kenapa ayah harus menyembelih diriku?” jawab Ismail dengan  heran.

Iblis berkata lagi, “Ayahmu menyangka bahwa Allah memerintahkannya untuk itu” kata Iblis meyakinkannya. Dan Nabi Ismail berkata kepada Iblis, “Demi perintah Allah! Aku siap mendengar, patuh, dan melaksanakan dengan sepenuh jiwa ragaku,” jawab Ismail dengan mantap. 

Ismail AS mengambil kerikil untuk melempar Iblis sambil berdo‟a, “Bismiilahi Allahu Akbar.” Peristiwa melempar Iblis oleh Nabi Ibrahim, Siti Hajar dan Nabi Ismail itu menjadi salah satu rukun dalam ibadah haji yaitu lempar jumroh.


2. IBROH QURBAN BAGI SETIAP HAMBA ALLAH, adalah 

a. Manusia pada umumnya sering berjanji akan melakukan sesuatu jika dia memiliki keinginan yang belum dimilikinya, hal ini pun yang terjadi pada Nabi Ibrahim dengan mengatakan, “ Qurban sejumlah itu bagiku belum apa-apa. Demi Allah! Seandainya aku memiliki anak lelaki, pasti akan aku sembelih karena Allah“.

Hal itu yang akhirnya Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih puteranya sebagai ujian dari ucapannya. Untuk itu pelajaran buat kita jangan berjanji (nazar) diluar kemampuan kita, yang nantinya membuat sulit kita sendiri.

Jadi, Berhati-hatilah pada saat kita telah berjanji atau mengucapkan sesuatu. Karena janji atau sesuatu itu akan berimplikasi pada konsekuensi untuk dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab seorang muslim.

b. Dalam beribadah ada beberapa yang perlu diperhatikan :

1) Keyakinan yang tinggi kepada Allah, karena ibadah merupakan wujud seorang hamba dalam mengabdikan dirinya kepada Allah subhanahu wa ta'ala.

2) Harus sesuai dengan contoh dan keteladanan para nabi, seperti qurban ini, karena yang akan diterima dalam ibadah, jika itu sesuai dengan sunnahnya.

3) Perlu istiqomah, karena dalam menjalankan ibadah

itu tantangannya sangat banyak, karena setan senantiasa akan menggoda kita untuk gagal sebagai hamba Allah, sehingga kita perlu berlindung dan memohon pertolongan kepada Allah agar kita diselamatkan dari godaan setan laknatullah.

4) Qurban diri merupakan pengorbanan yang tertinggi kepada Allah, karena dengan jiwa dan raga yang sudah dinisbahkan kepada Allah, maka semuanya menjadi milik Allah.

5) Ikhlas, sebagai bentuk diri bahwa pengabdian ini semata-mata hanya mengharap rahmat dan ridlo Allah

c. Pada saat proses penyembelihan hewan qurban setiap orang yang menyaksikan apalagi yang berqurban, selain kalimat Takbir, Tahmid dan Tahlil yang diucapkan, perlu diiringi dengan berdo‟a kepada Allah, “Yaa Allah, pada hari ini saya berqurban atau menyaksikan hewan qurban, sebagai bentuk ruku dan sujud hamba kepada Engkau, dan jika suatu saat dibutuhkan jiwa dan raga hamba pun siap untuk mewujudkan perintah-Mu yaa Allah subhanahu wa ta'ala.”


Semoga seluruh aktifitas kita dalam kegiatan qurban sebagai bentuk amal sholeh yang dapat diterima Allah subhanahu wa ta'ala. Aamiin.