Menjadi Pemimpin Yang Baik

 

A. Pengertian dan Kedudukan Kepemimpinan Dalam Islam

Selain konsistensi dan keistiqamahan, problem terbesar dalam pergerakan dakwah adalah keta’atan total terhadap qiyadah serta jama’ah. Istiqamah dalam rentang waktu tertentu yang pendek mungkin aalah hal yang mudah. Namun untuk konsisten dan istiqamah dalam masa yang panjang adalah hal yang sangat berat serta tidak mudah. 

Demikian halnya, keta’atan terhadap hal-hal yang sesuai keinginan diri adalah sesuatu yang ringan. Namun untuk ta’at sekaligus tsiqah kepada keputusan jama’ah terhadap hal-hal yang kurang sesuai keinginan diri adalah sesuatu yang sulit. 

Menggelorakan semangat perjuangan dibagian awal adalah mudah, namun bisa konsisten hingga akhir adalah hal berat dan tidak mudah. Karena kita tidak berjuang hanya dalam kurun waktu sesaat dan sementara saja. Bergerak dalam amal jama’i adalah sampai akhir kehidupan, yang akan dilanjutkan oleh generasi penerus kita. Maka kita harus saling menguatkan dalam perjuangan dakwah, agar selalu bersama jama’ah hingga akhir hayat yang indah dan agar selalu berada dalam barisan amal jama’i sampai mati.

Imamah artinya kepemimpinan. Dalam istilah lain dikenal juga dengan Qiyadah. Kita harus memahami apa itu Qiyadah dan betapa pentingnya Qiyadah didalam Islam. Qiyadah secara bahasa adalah: Qaada – Yaquudu – Qaudan – Qiyaadatan – Qawwadan – Iqtaada artinya menuntun atau memimpin yang sedang berjalan di depannya. Hal ini berarti Qiyadah adalah seorang pemimpin yang bertugas menuntun siapa saja yang dipimpinnya. 

Secara hirarki, tingkat kepemimpinan dalam sebuah pemerintahan dari yang tertinggi sampai terendah adalah Presiden, Menteri, Gubernur, Walikota/ Bupati, Camat, Lurah, dan seterusnya sampai ditingkat rumah tangga adalah Kepala Keluarga. Dalam literatur, istilah kepemimpinan dalam Islam meliputi: imam, khalifah, amir, wali dan shultan. Apapun sebutannya maknanya adalah satu, yaitu yang memerintah dengan syari’at Allah dan sunnah Nabi-Nya. 

Di dalam Al Qur an, qiyadah (kepemimpinan) sering disebutkan dengan kata Imam. Baik dalam bentuk mufrad maupun dalam bentuk jamak, ataupun menunjukkan kepada bimbingan untuk kebaikan maupun kadang dipakai untuk seorang pemimpin suatu kaum dalam arti yang tidak baik. Pentingnya kepemimpinan ini didalam Islam sudah Allah tetapkan kepada Nabi Ibrahim bahkan beliau memohon kepada Allah untuk mewariskannya juga kepada keturunannya.

وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ (١٢٤)

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji[87] Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku"[88]. Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim".QS. Al Baqarah (2): 124

Perlu diperhatikan bahwa Allah memberikan kaidah besar bahwa kepemimpinan itu adalah bagi orang-orang yang berhak terhadapnya karena amal dan perasaannya, kesalehan dan keimanannya, bukan warisan dari keturunan. Maka kekerabatan disini bukannya hubungan daging dan darah, melainkan hubungan agama dan aqidah. Kepemimpinan yang dijanjikan oleh Allah bukan untuk orang-orang yang berbuat kedhaliman baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Apa yang Allah firmankan kepada Ibrahim memutuskan secara pasti tentang terjauhnya orang-orang yang menamakan dirinya muslim sekarang ini dari kepemimpinan Islam apabila mereka berbuat dhalim, fasik, menyimpang dari jalan Allah, membuang syariat Allah kebelakang punggung mereka, dan menjauhkan manhaj aturan Allah dari kehidupan. 

Dengan permohonan Nabi Ibrahim diatas, kita sebagai generasi yang berusaha meneruskan manhaj tersebut untuk mempunyai pasangan yang satu kualitas dan mencetak keturunan-keturunan yang berjalan diatas manhaj aturan Allah.

QS. Al Furqan (25): 74

Ini adalah perasaan fitrah keimanan yang mendalam. Perasaan senang untuk menambah bilangan orang-orang yang berjalan di jalan Allah. Berharap agar orang yang beriman merasakan bahwa kita bisa menjadi teladan bagi kebaikan dan dijadikan contoh oleh orang-orang yang ingin menuju Allah. Dalam hal ini, tidak ada indikasi kesombongan atau merasa hebat, karena seluruh rombongan berada dalam perjalanan menuju Allah.

Allah juga tetapkan kepada Nabi Musa kepemimpinan untuk menghadapi penguasa yang kejam dan sombong. 

وَنُرِيدُ أَنْ نَمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الأرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَنَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِينَ (٥)

“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi)[1112], QS. Al Qashah (28): 5

Sebuah pengharapan bagi orang-orang yang lemah dibawah kekuasaan penguasa dhalim agar Allah memberikan karunia-Nya kepada mereka dan menjadikan mereka sebagai para pemimpin, setelah  mereka beriman dan mencapai derajat kesalehan serta meneguhkan mereka ditempat tinggalnya, sehingga membuat mereka kuat, berakar, dan damai. 

Tidak hanya di dunia saja betapa pentingnya kepemimpinan islam dalam kehidupan manusia, bahkan di tempat yang akan dihisab semua amal perbuatan manusia, Allah panggil setiap kelompok atau golongan sesuai alamat masing-masing dengan manhaj (sistem hidup) yang pernah mereka anut, atau nama Rasul yang mereka teladani, atau nama pemimpin yang mereka ikuti ketika hidup di dunia.

يَوْمَ نَدْعُو كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ فَمَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَأُولَئِكَ يَقْرَءُونَ كِتَابَهُمْ وَلا يُظْلَمُونَ فَتِيلا (٧١)

“ (ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan Barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya Maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun. QS. Al Isra (17): 71

Kata Imam di dalam Al Qur an selain diartikan sebagai pemimpin, diartikan pula sebagai sebuah Kitab Induk sebagai kumpulan catatan amal atau penjelas atau pedoman bagi manusia, sebagaimana disebutkan di dalam ayat-ayat berikut:

QS. Yaasiin (36): 12

QS. Huud (11): 17

QS. Al Ahqaf (46): 12

Al Qur an secara berulang-ulang mengisyaratkan hubungan antara Al Qur an dengan Kitab-Kitab sebelumnya, terutama dengan Kitab Nabi Musa, karena memandang Kitab Isa sebagai penyempurna dan perluasan Kitab Musa, dan Taurat tetap merupakan pokok dan Syariah dan Aqidah. Karena itu, Kitab Musa disebut Imam dan disifati sebagai rahmat. Setiap risalah langit merupakan rahmat, dengan segala maknanya baik di dunia maupun di akhirat, bagi bumi dan penghuninya.

Beberapa ayat diatas juga memberikan gambaran bahwa penetapan dan pengokohan bagi Rasulullah atas kebenaran yang dibawanya dan pengikraran bahwa ia merupakan kebenaran yang sama kokohnya dengan kebenaran yang dibawa oleh Nabi Musa dalam kitabnya Taurat. Dan juga untuk memantapkan Rasulullah dalam menghadapi segala tantangan dakwah baik berupa pendustaan dan pembangkangan, maupun penderitaan dan kekerasan yang menimpa kaum muslimin.

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ (٢٤)

24. Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar[1195]. dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami. QS. As Sajdah (32): 24

Ayat diatas merupakan isyarat bagi minoritas muslim yang menjalankan manhaj aturan Allah kapanpun agar bersabar sebagai orang-orang pilihan terdahulu telah bersabar, meyakini sebagaimana mereka yakin.  Sehingga mereka pantas menyandang predikat sebagai pemimpin-pemimpin bagi kaum mukminin. Ayat ini juga menetapkan bahwa cara mendapatkan kepemimpinan dan kekuasaan yaitu dengan bersabar dan yakin. 

Semua ayat-ayat yang disebutkan diatas merupakan pernyataan bahwa qiyadah (kepemimpinan) sangat dibutuhkan dalam menegakkan aturan Allah dimuka bumi ini yang pelaksanaannya harus sesuai dengan manhaj para nabi (manhaj nubuwwah) dari Nabi yang terdahulu sampai manhaj Nabi Muhammad shallallaahu’alaihi wa sallam.  

 

B. Pengertian Imamah

Pengertian secara etimologi. Menurut ensiklopedia dan kamus-kamus bahasa (Lisan Al Arab, Al Taj, Al Sihah, Al Faiq, Al Nihayah, dll), istilah khilafah berasal dari kata “khalafa” berarti orang yang menyusul setelah orang terdahulu, atau pengganti orang yang lalu. Kemudian lahirlah istilah “khalifah” yaitu pemimpin atau ketua tertinggi. 

“Khalifah” juga sering disebut sebagai “Amīr al-Mu'minīn” atau pemimpin orang yang beriman, atau pemimpin orang-orang mukmin, yang kadang-kadang disingkat menjadi "amir". Maka atas dasar itu, orang yang menggantikan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam aspek pimpinan dan pelaksanaan hokum syari’ah digelari “khalifah”. Namun didalam al-Mu’jam al-Wasîth, kata “khalafa” disinonimkan dengan “Al Imaamah” dan “Al Imaarah” yang berarti kepemimpinan.

Sedangkan Imamah, Imamah dan khilafah sering disandingkan dengan bersamaan menuju pengertian yang sama, yaitu pemimpin negara dalam sejarah Islam. Imam menurut bahasa adalah setiap orang yang dianut oleh suatu kaum, baik mereka berada di jalan yang lurus atau sesat. Imam juga berarti benang yang diletakkan diatas bangunan pada waktu membangun untuk menjaga kelurusannya.

Pengertian secara terminologi. ”Khilafah” adalah “Kepemimpinan universal yang menggantikan posisi Nabi dalam mengatur tatanan keislaman  dan kemasyarakatan (sosial-politik)”. ”Khilafah” dalam terminologi politik Islam ialah sistem pemerintahan Islam yang meneruskan sistem pemerintahan Rasul Saw sehingga dikenal Khulafaur Rasyidin. Dengan segala aspeknya yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul Saw. “Khalifah” ialah pemimpin tertinggi umat Islam sedunia, atau disebut juga dengan “Imam A’zhom” yang sekaligus menjadi pemimpin Negara Islam sedunia atau lazim juga disebut dengan “Khalifatul Muslimin”.

Sedangkan Imamah atau Imam adalah kepemimpinan tertinggi diantara suatu kaum, ke atas pundaknya diletakkan tanggung jawab kebaikan mereka dalam diin dan dunia.

Pengertian menurut terminologis Al Qur an. “Khalifah” atau “khulafa” atau “khalaif” dalam Al Qur an dapat disimpulkan sebagai manusia/kumpulan manusia yang mampu mengemban amanah keadilan dalam memakmurkan bumi sehingga mereka menjadi manusia yang patut menggantikan generasi sebelumnya sebagai umat yang maju peradabannya dan menjadi poros dunia. Dan umat ini dijanjikan Allah akan menjadi khalifah di bumi jika mereka beriman dan bertindak kebaikan (shalihat). Sebagaimana disebutkan oleh Allah dalam QS. An Nuur: 55.

Menurut Imam Al Mawardi, bahwa imam atau khalifah berfungsi menggantikan peran kenabian, melindungi agama, dan mengatur urusan negara, supaya ia menggulirkan kebijakan sesuai dengan syari’at agama, dan seluruh pendapat bertumpu pada satu gagasan yang disetujui bersama.

C. Posisi Imamah Bagi Islam

Ternyata qiyadah atau kepemimpinan telah diwasiatkan oleh Allah sejak Nabi Adam menginjakkan kakinya di muka bumi ini pertama kali. 

QS. Al Baqarah (2): 30

Ini adalah kedudukan yang tinggi bagi manusia dalam tatanan alam wujud diatas bumi yang luas ini. Dan ini, kemuliaan yang dikehendaki untuknya oleh Sang Pencipta Yang Maha Mulia. Hal ini adalah sebagai arahan bagi kita semua dengan perasaan yang sadar, hati yang terbuka, melihat apa yang terjadi di muka bumi melalui tangan makhluk yang menjadi khalifah dalam kerajaan yang luas ini. Malaikatpun memperhatikan dengan pandangan batinnya melihat dan memprediksi bahwa makhluk atau manusia ini kelak akan membuat kerusakan di bumi dan menumpahkan darah. Akan tetapi dibalik keburukan parsial ini terwujud kebaikan yang lebih besar dan lebih luas, kebaikan gerakan pembangunan, kebaikan usaha-usaha dan penelitian yang tak pernah berhenti, dan perubahan serta perkembangan di dalam kerajaan besar (alam semesta) ini.

Kepemimpinan di alam semesta ini terus diteruskan oleh para Nabi, sebagaimana Allah melimpahkan kekhalifahan kepada Nabi Daud alaihissalaam.

QS. Shaad (38): 26

Itu adalah kekhalifahan di bumi, yang memutuskan hukum diantara manusia dengan benar dan tidak mengikuti hawa nafsu. Perhatian Allah kepada para nabi-Nya adalah mengingatkan mereka pada kesempatan yang pertama, sebelum mereka melangkah satu langkah pun kea rah sesuatu yang terlarang. 

Kekhalifahan ini tidak saja diperuntukkan kepada para nabi saja, melainkan kepada siapa saja yang diangkat oleh suatu kaum sesuai dengan manhaj nubuwwah, yang akan meneguhkan prinsip-prinsip agama termasuk diantaranya sesuatu yang menunjang kemaslahatan hidup sehingga urusan umat tertata dengan baik.

QS. Al An’am (6): 165

Semua di dunia ini tidak akan yang abadi, selalu ada perguliran masa yang akan menggantikan masa sebelumnya. Begitu juga kekhalifahan, manusia paham bahwa dirinya hanyalah pengganti orang-ornag yang terdahulu atau sebelumnya, yang dalam perputarannya nanti dia sendiri akan lepas dari kekuasaan yang kini dipegangnya. Yang semuanya itu hanya beberapa masa saja yang akan habis, yang selama masa hidupnya akan menerima cobaan, diuji dengan kekuasaannya itu, akan dihisab segala sesuatu yang dikerjakannya, sesudah dia tinggal sebentar di dunia. 

QS. Yunun (10): 14