MEMAHAMI MAKNA KALIMAT “LAA ILAHA ILLALLAH”


La Ilaha Illallah merupakan rukun pertama dan terbesar dalam Islam sebelum salat, shaum, zakat dan haji.  Kalimat ini menggambarkan prinsip Tauhid yang menempati porsi terbesar dalam Dien ini. 

Sejak awal penciptaannya, manusia di alam ruh sudah diikat dengan persaksian bahwa Allah SWT adalah satu-satunya Rabb yang layak untuk disembah, sebagaimana terdapat disurat Al Araf : 172,

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ (١٧٢)

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"

Ketika anak manusia lahir ke muka bumi, maka saatnya persaksian ini pun diuji. Maka Allah SWT kembali mengirimkan kembali utusan-NYA (rasul) untuk mengingatkan umat manusia tentang persaksian ini. Hal ini dapat dilihat di dalam QS. 16:36

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (٣٦)

“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).”

Kalau dicermati, baik persaksian di alam ruh maupun misi yang dibawa oleh setiap Nabi/Rasul pada hakekatnya mengandung prinsip La Ilaha Illallah. Dengan demikian, tampaklah bahwa prinsip La Ilaha illallah merupakan prinsip yang abadi dalam kehidupan manusia. 

Prinsip inilah yang menjadi dasar dari kebenaran (al haq), dimana selain daripada prinsip ini masuk dalam kategori kebatilan.


Makna Ilah

Kata Ilah (  إِلَهَ   ) terbentuk dari kata kerja aliha. Dalam perkataan orang Arab, kata alihahu sinonim dengan kata ‘abadahu. Misalnya ada ungkapan kalimat, aliha rajulu ya-lahu, “lelaki itu menghambakan diri pada ilah-nya”. Dengan demikian kata Ilah memiliki arti yang disembah/ diabdi.

Menurut istilah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan makna al-ilah sebagai berikut,

هو الَّذِي يألَهُهُ القلبُ بكمالِ الْحُبِّ والتَّعظيمِ ، والإجْلالِ والإكْرامِ، والخوفِ والرَّجاءِ ، ونحوِ ذلكَ.

“Dia adalah sesuatu yang digandrungi hati dengan kecintaan yang sempurna, juga pengagungan, penghormatan, pemuliaan, cemas, harap, dan hal-hal yang semacam dengan itu.” 

Dengan demikian, Ilah merupakan sesuatu yang dijadikan ‘orientasi’, ‘Tuhan’, ‘acuan’ atau ‘kecenderungan hati’. 

Di dalam Al Quran, kata ilah juga digunakan untuk dua jenis penggunaan. 

Penggunaan pertama  mengacu pada konsep mendudukan Ilah pada dzat yang salah, seperti hawa nafsu, dsb.

أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلا (٤٣)

“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? [Qs.25/43]

 إِنْ هِيَ إِلا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الأنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى (٢٣)

“Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka”.Qs.  53:23; 

Adapun penggunaan yang kedua mengacu pada Dzat yang benar-benar layak untuk disembah, yaitu Allah SWT.

إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي (١٤)

Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. [Qs. 20/14]

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ (١٩)

“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu”. [Qs.47/19]